Problem di Hulu Gula Mendesak Diatasi

Ambisi pemerintah mendongkrak produksi gula nasional untuk mengurangi ketergantungan Indonesia pada impor perlu ditempuh dengan membereskan sejumlah masalah di hulu. Tanpa mengatasi kendala yang dihadapi petani tebu dan industri, usaha menggapai swasembada gula dinilai bakal sulit tercapai.

Terkait itu, Ketua Umum Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Soemitro Samadikoen mengatakan, pemerintah perlu mengatasi problem produksi tebu nasional. Salah satunya dengan memperbaiki kualitas benih agar lebih produktif, efisien, dan tahan cuaca serta pasokan air.

Sarana produksi pertanian, seperti pupuk, juga masih menjadi masalah petani, sejak dua tahun lalu sulit mendapat pupuk subsidi. Kami sudah ikhlas untuk fokus ke nonsubsidi, tetapi barang (pupuk nonsubsidi) juga sulit. Kalaupun ada, harganya sudah melonjak. Waktu masih terima subsidi, pupuk ZA nonsubsidi sekitar Rp 3.000 per kilogram, kini termurah Rp 6.000 per kilogram, katanya.

Guna meningkatkan produksi tebu, pupuk menjadi sarana amat penting. Kebutuhan pupuk ZA untuk tebu berkisar 8 kuintal-1 ton per hektar. Namun, saat masih mendapat subsidi, jatah terakhir petani hanya 1 kuintal per hektar. Petani khawatir makin sulit mengakses pupuk di tengah pembatasan pupuk bersubsidi. Pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 10 Tahun 2022 tentang Cara Penetapan Alokasi dan Harga Eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi Sektor Pertanian 8 Juli 2022. Dalam aturan itu, pupuk subsidi hanya dibatasi pada jenis urea dan NPK.

Selain itu, perbaikan pabrik- pabrik juga mendesak ditempuh saat ini. Kebijakan harga gula juga perlu ditimbang matang agar tidak justru menekan pendapatan dan kesejahteraan petani. APTRI berharap dilibatkan dalam upaya membenahi tata kelola produksi gula nasional.

Search