Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta agar tidak memaksakan suatu daerah membudidayakan tanaman pangan di luar karakteristik asli pangan yang sesuai dengan tradisi daerah tersebut. “Setiap daerah harus memiliki keunggulan pangan masing-masing, sesuai dengan karakteristik tanahnya, kondisi masyarakatnya, dan sesuai tradisi makan warganya. Jangan dipaksa-paksa, karena memang setiap daerah itu memiliki karakter berbeda-beda,” kata Presiden.
Di Papua, misalnya, lebih cocok untuk menanam sagu dan tradisi makanan pokok masyarakat di sana juga sagu. Sebab itu, masyarakat Papua jangan dipaksa menanam padi dan mengonsumsi beras. Begitu pula di Nusa Tenggara Timur (NTT) yang menurut Presiden lebih cocok untuk bertanam sorgum dan jagung. Masyarakat di NTT pun pinta Presiden jangan dipaksa menanam padi dan beralih mengonsumsi nasi.
Pengamat Pertanian, Said Abdullah, mengatakan pernyataan Presiden itu yang seharusnya dilakukan dalam rangka penguatan ketahanan dan kedaulatan pangan nasional. Karena yang dibutuhkan Indonesia itu pangan yang beragam dan dari lokal. Pangan yang beragam dan diproduksi lokal, akan menjadi kekuatan bagi Indonesia agar terhindar dari ancaman bencana rawan pangan. Selain itu, Indonesia merupakan negara maritim atau kepulauan, bukan negara kontinental atau daratan. “Karakteristik agroekologi dan sosio kultural tiap wilayah, tiap komunitas berbeda-beda. Dalam tiap perbedaan itu ada kekhasan dan kekayaan yang berbeda-beda tiap wilayah atau daerah. Kita memiliki kekayaan itu dan akan sulit untuk mendapatkan hasil yang optimum jika tiap daerah dipaksakan seragam,” kata Said. Penyeragaman budi daya pangan di semua daerah dinilai justru menjadi ancaman bagi keberlanjutan pangan itu sendiri.