Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam kunjungan kerjanya ke Nusa Tenggara Timur (Nusa Tenggara Timur), mengatakan di tengah krisis pangan global, Indonesia sebenarnya masih memiliki banyak alternatif yang bisa dilakukan, salah satunya dengan diversifikasi pangan. Banyak pangan lokal bila dikembangkan secara serius bisa menggantikan beras dan jagung. “Diversifikasi pangan agar tidak hanya bergantung pada beras, karena kita memiliki jagung, memiliki sagu, dan juga sebetulnya tanaman lama kita, yang ketiga adalah sorgum,” kata Presiden.
Saat ini, kata Jokowi, harga pangan dunia sudah meningkat. Sebab itu, Indonesia harus punya rencana besar menghadapi krisis pangan, seperti yang diperingatkan organisasi pangan dunia FAO. Dalam kesempatan itu, Kepala Negara berencana memperluas area lahan tanaman sorgum di Provinsi Nusa Tenggara Timur (Nusa Tenggara Timur) guna mengurangi kebergantungan impor gandum dan jagung sebagai sumber pangan. Meski masih tergolong uji coba, petani bisa memperoleh pendapatan sekitar 50 juta rupiah per hektare dalam satu tahun atau empat juta rupiah lebih per bulan.
Pengamat pertanian dari Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Surabaya, Ramdan Hidayat, menyatakan bahwa pengembangan sorgum perlu karena bisa menjadi substitusi impor dari gandum yang terancam karena konflik di Ukraina. Selain itu, pengembangan bahan pangan substitusi impor juga dapat menekan praktik rente yang selama ini merugikan petani. Selain itu, jika produksinya terus ditingkatkan, dapat membantu mengurangi praktik-praktik permainan yang selama ini dilakukan oknum-oknum pada komoditas impor. Pengajar Fakultas Kesehatan dan Pertanian Universitas Katolik St Paulus Ruteng, Yohanes Jakri, meminta pemerintah agar lebih serius menggalakkan produksi pangan lokal. Selain bisa menggantikan peran beras dan jagung, pangan lokal juga mengandung nutrisi sehingga bisa mendorong tumbuh kembang anak. Dengan demikian, bisa menekan angka stunting di Indonesia.