Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk kesekian kalinya kembali mengingatkan aparatur sipil negara (ASN) dan karyawan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) agar membelanjakan uang negara secara bijak, terutama untuk kegiatan atau program yang bisa memacu perekonomian nasional. Bukan sebaliknya, membelanjakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah dan anggaran BUMN untuk membeli produk-produk impor. Sebab dana dari APBN, APBD, dan anggaran BUMN merupakan uang rakyat, sehingga keliru besar jika dibelanjakan untuk produk-produk impor.
Kepala Negara dalam kesempatan itu meminta seluruh jajaran kementerian/lembaga dan juga jajaran di pemerintah daerah memiliki pemikiran yang sejalan mengenai pentingnya optimalisasi belanja negara untuk produk lokal, bukan produk impor. Saat ini, kata Jokowi, kondisi ekonomi global masih terdampak ketidakpastian akibat perang di Ukraina. Ketidakpastian itu berdampak pada seluruh negara, termasuk Indonesia. Saat ini, kata Presiden, terdapat dua isu besar yakni harga komoditas energi dan harga barang pangan. Indonesia terus berupaya agar mampu menahan harga komoditas energi seperti BBM, dan juga harga pangan agar tidak meningkat.
Peneliti Ekonomi Indef, Nailul Huda, mengatakan kebergantungan impor tak terlepas dari kebiasaan pejabat kita dan oknum aparatur sipil negara (ASN). Mereka bekerja sama dengan importir sehingga mendapat untung banyak dari impor. “Mestinya kebiasaan seperti ini dihentikan. Pejabat-pejabat yang doyan impor ini harus diberhentikan, begitu juga ASN, karena komitmennya mendukung produk lokal tidak sesuai dengan arah kebijakan Presiden,” tegas Huda. Pengamat Ekonomi dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Achmad Maruf, mengatakan perintah Presiden Jokowi agar APBN, APBD, dan BUMN tidak dibelanjakan untuk barang-barang impor mesti diikuti regulasi kuat sehingga pengguna anggaran memiliki kejelasan dan perlindungan hukum mengenai kewajiban belanja lokal.