Presiden Konferensi Perubahan Iklim (COP26), Alok Sharma, berharap Indonesia menjadi negara pelopor nol-emisi karbon. Indonesia bisa menjadi negara yang memimpin sebuah keputusan bersejarah, yaitu G20 yang memprioritaskan agenda ‘net-zero‘. Sebanyak 18 dari 20 negara G20 telah berkomitmen dalam mencapai misi net-zero emission secara formal, sehingga Indonesia memiliki peluang yang besar dalam menyokong agenda tersebut. Selain itu, Indonesia diharapkan dapat bekerja sama dengan presidensi Inggris di COP26 untuk sama-sama mendorong isu pengurangan emisi di 2030.
Komitmen Indonesia atas target emisi nol dunia telah diutarakan Presiden RI, Joko Widodo, saat berpidato di acara COP26. Selain meminta dukungan teknologi dari negara-negara lain, Jokowi juga menegaskan skema carbon market dan carbon price sebagai upaya penanganan masalah iklim. Namun demikian, beberapa pihak menilai meski RI telah berkomitmen untuk mengurangi emisi karbon di dunia, Indonesia masih akan menggunakan batu bara sebagai sumber energinya.
Aktivis lingkungan dari Jaringan Advokasi Tambang (JATAM), Merah Johansyah, menyebut ketergantungan RI terhadap batu bara tak lepas dari bisnis tokoh politik negara sehingga tersandera oleh banyak kepentingan. Sementara Ketua Umum Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI), Surya Darma, menilai alasan Indonesia sulit beralih ke energi baru terbarukan (EBT) disebabkan oleh banyak faktor, seperti finansial masyarakat, teknologi, serta ketersediaan bahan dasar EBT itu sendiri. Koordinator Aksi Ekonomi dan Emansipasi Rakyat (AEER) Pius Ginting, mengatakan sumber batu bara yang melimpah membuat RI sulit melepaskan diri dari energi tersebut.