Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali mengingatkan jajaran menteri agar membuat kalkulasi secara cermat dan teliti dalam menghadapi kondisi perekonomian pada 2023 yang penuh ketidakpastian. Pentingnya membuat perhitungan yang teliti untuk mencegah krisis ekonomi maupun krisis pangan tidak sampai menjadi masalah sosial. “Mengenai kondisi perekonomian tahun 2023. Sekali lagi, kita harus tetap hati-hati dan waspada, yang berkaitan dengan krisis keuangan, kemungkinan ekspor menurun, kemudian krisis pangan hati-hati mengenai itu karena bisa larinya ke masalah sosial dan politik,” kata Presiden di Istana Negara Jakarta, Selasa (6/12) saat sidang paripurna yang membahas perkiraan kondisi perekonomian tahun 2023, evaluasi penanganan Covid-19 dan antisipasi krisis pangan dan energi.
Perlunya perhitungan yang terukur agar dalam menyiapkan “reserve” atau cadangan tidak benar-benar tipis, sehingga tidak dimanfaatkan pedagang untuk mengambil keuntungan dengan menaikkan harga. “Kuncinya sekali lagi kolaborasi antara kementerian dan lembaga. Jangan terjebak pada ego sektoral. Lakukan konsolidasi data, konsolidasi policy dan konsolidasi dari pelaksanaan implementasi,” kata Presiden. Selain perhitungan yang matang, Presiden juga mengingatkan pentingnya meningkatkan konsumsi kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah yang bisa menaikkan konsumsi masyarakat, salah satunya dengan kewajiban mengonsumsi produk-produk dalam negeri.
Peneliti Ekonomi Indef, Nailul Huda mengatakan tantangan krisis pangan harus jadi konsen pemerintah karena pada 2023 dengan perang yang berkecamuk bisa menjadikan rantai pasok pangan global terganggu. Tiap-tiap negara produsen, paparnya, akan bergerak ke arah proteksionisme komoditas yang mereka produksi, sehingga pada akhirnya stok pangan global menipis. “Harga pangan akan semakin mahal yang ditambah kondisi moneter yang tidak kondusif bisa membuat rupiah semakin lemah terhadap dollar. Pada akhirnya, barang pangan impor semakin mahal,” terangnya.