Ketua DPP Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Syarifah Amelia menilai, ada oknum yang sengaja melakukan fitnah terkait kejanggalan kenaikan harta kekayaan ketua umumnya Suharso Monoarfa. Motif di balik fitnahan ini tak lain sebagai whistle blowing untuk merusak kondusifitas dan soliditas PPP yang saat ini terus melakukan konsolidasi menyongsong jalan kemenangan 2024.
Amel menjelaskan, pada 2018, Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) Suharso memuat laporan harta dari tahun-tahun sebelumnya termasuk harta dari pasangan senilai sekitar Rp 14,5 miliar. Namun, saat itu beliau telah berpisah dengan isteri pertama, sehingga dicatat sebagai penghapusan lainnya. Karena itu, yang dianggap murni harta Ketum Suharso hanya berupa saldo tabungan senilai Rp 84 juta. Selanjutnya, terdapat harta atas nama isteri kedua, tetapi ada perjanjian pisah harta, sehingga harta tersebut pun dinyatakan tidak perlu dicatatkan pada LHKPN Suharso. Pendapatan tahunan Ketum Suharso dari gaji senilai hampir Rp 1 miliar sebanding dengan pengeluaran rutin bulanan tahunannya.
Pada tahun 2019 KPK mengubah aturan mengenai Pendaftaran, Pengumuman dan Pemeriksaan Harta Kekayaan Pejabat Negara, sehingga tidak mengakui perjanjian pisah harta pasangan/isteri. Hal ini menyebabkan harta kas/setara kas isteri Ketum yang pada saat itu juga menjabat sebagai Anggota DPR RI senilai sekitar Rp 61 miliar. Pada pelaporan tahun-tahun selanjutnya, LHKPN Ketum naik wajar menjadi sekitar Rp 69 miliar di 2020 serta Rp 73 miliar pada 2021. LHKPN yang dilaporkan secara berkala ini sebetulnya telah melalui proses pemeriksaan yang seksama termasuk oleh KPK, karena Suharso merupakan pejabat negara selama beberapa periode, yaitu Anggota DPR RI 2004-2009, Menpera 2009-2011, Wantimpres 2015-2019, dan hingga saat ini Menteri Bappenas.