Koordinator bantuan darurat Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), Martin Griffiths telah ditunjuk untuk memimpin upaya badan internasional tersebut dalam menengahi krisis di Sudan. Kekerasan antara faksi militer yang bersaing di negara Afrika timur itu kini telah memasuki minggu ketiga, bahkan saat gencatan senjata diperpanjang pada hari Minggu selama 72 jam lagi. Sekitar 500 warga sipil diperkirakan telah kehilangan nyawa mereka sejak konflik pecah di negara yang bergolak secara politik pada 15 April lalu itu.
Konflik ini berlangsung antara pasukan Angkatan Bersenjata Sudan yang dikendalikan oleh Abdel Fattah al-Burhan dan mereka yang dikendalikan oleh Mohamed Hamdan Daglo atau dikenal sebagai Hemedti yang merupakan Komandan paramiliter Pasukan Dukungan Cepat (RSF). Pada hari Minggu kemarin, kedua belah pihak sepakat untuk memperpanjang gencatan senjata kemanusiaan selama 72 jam lagi. Namun dua kelompok ini saling tuduh melakukan pelanggaran dan mempertahankan hak untuk merespons jika terjadi ‘pelanggaran’.
Tidak ada satupun dari gencatan senjata sebelumnya yang bertahan secara kuat, karena kekerasan berlanjut di Khartoum, ibu kota negara itu. Sementara itu, mantan Perdana Menteri (PM) Sudan Abdalla Hamdok memperingatkan pada Sabtu lalu bahwa konflik bersenjata yang memburuk dapat memicu perang saudara besar-besaran. “Ini akan menjadi ‘mimpi buruk bagi dunia’, Tuhan membenci jika Sudan mencapai titik perang saudara,” kata Hamdok, dalam sebuah acara di Nairobi, Kenya. Ia menilai bahwa perang saudara di Suriah, Yaman dan Libya hanya akan menjadi ‘permainan kecil’ jika dibandingkan dengan apa yang dirinya khawatirkan akan pecah di Sudan.