Politik Uang Berujung Diskualifikasi Semua Paslon di Barito Utara

Mahkamah Konstitusi membuat putusan mengejutkan dalam sengketa hasil pemungutan suara ulang (PSU) dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Barito Utara pada Rabu (14/5/2025). Dalam putusan itu, MK menggunakan diksi Pemungutan Suara Ulang (PSU) untuk menyelenggarakan pemilihan kembali tanpa kedua paslon yang telah didiskualifikasi. Caranya, Komisi Pemilihan Umum (KPU) diminta agar membuka pendaftaran calon kembali dari partai yang sebelumnya telah berkoalisi mencalonkan paslon yang telah didiskualifikasi.

Fakta terjadinya praktik politik uang ini terbongkar pada sidang yang digelar MK, Kamis (8/5/2025), dengan agenda sidang pembuktian. Saat itu, saksi bernama Santi Parida Dewi yang dihadirkan oleh paslon nomor urut 1, Gogo-Hendro, mengatakan telah menerima uang Rp 16 juta per suara dari pihak paslon nomor urut 2, Akhmad Gunadi Nadalsyah. Atas dasar kesaksian itu, MK kemudian memutuskan pilkada Barito Utara telah mencoreng prinsip demokrasi di Indonesia.

Merespons putusan MK, KPU RI mulai berkoordinasi dengan Pemda Provinsi Kalimantan Tengah dan Kabupaten Barito Utara untuk pemilihan bupati (Pilbup) ulang. Anggota KPU RI Idham Holik mengatakan koordinasi itu dilakukan karena pembiayaan untuk tindak lanjut PSU dibebankan kepada anggaran pendapatan belanja daerah (APBD). Selain itu, Idham memastikan proses pilkada ulang ini bisa berjalan sesuai dengan putusan MK, yakni terlaksana maksimal 90 hari setelah putusan dibacakan.

Search