Transisi Energi PT PLN dinilai setengah hati menjalankan program transisi energi dari yang berbasis fosil atau energi kotor ke energi terbarukan. Terlihat pada upaya mereka menambah kapasitas pembangkit listrik sekitar 40 gigawatt di mana 50 persen memang pembangkit energi baru terbarukan (EBT) dan setengahnya lagi dari PLTU berbasis batu bara. Sikap setengah hati PLN itu dinilai karena perusahaan tersebut belum siap ketika minat konsumen baik industri maupun perorangan yang cukup tinggi pada EBT khususnya Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) yang marak akhir-akhir ini.
Peneliti Ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Nailul Huda, mengatakan dengan beban proyek elektrifikasi yang begitu besar, mereka tidak mampu secara modal jika harus pakai EBT. Selain itu, PLN juga juga berkepentingan menjaga permintaan batu bara karena memiliki anak perusahaan PT PLN Batubara di bidang investasi infrastruktur penambangan terkait transportasi, pengolahan, dan penyimpanan batu bara.
Vice President of Financial Institution and Market Research PT PLN (Persero) Maya Rani Puspita dalam Task Force 8 T20 2022 di Jakarta, Kamis (21/7), seperti dikutip dari Antara mengatakan target menambah 40 gigawatt dengan 50 persen di antaranya merupakan pembangkit EBT telah masuk dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN 2021-2030 yang menjadi salah satu upaya dalam rangka menuju net zero emission (NZE).