Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Frederica Widyasari Dewi menyatakan, pinjaman semakin diminati di tengah pelemahan daya beli masyarakat. Sebagai informasi, BPS mencatat deflasi sebesar 0,12 persen secara bulanan pada September 2024, yang menandai deflasi bulanan kelima berturut-turut. Kemudian sebanyak 9,4 juta penduduk kelas menengah di Indonesia mengalami penurunan status ke kelompok aspiring middle class selama periode 2019-2024. Alhasil, jumlah kelas menengah turun menjadi 47,85 juta orang pada 2024, dan berdampak pada pelemahan daya beli. Kondisi itu semakin diperburuk dengan banyaknya kasus pemutusan hubungan kerja (PHK). Meski demikian, masyarakat sering kali terjebak dalam modus penipuan lowongan pekerjaan, yang justru membuat mereka menjadi korban penipuan. “Lagi banyak orang susah, ini pinjaman makin diminati karena mungkin solusi jangka pendek. Kalau dilihat data P2P Lending angkanya meningkat,” katanya.
Fredrica menuturkan, kenaikan pinjaman ini lebih didominasi pinjaman konsumtif dibandingkan dengan produktif. Hal itu dikhawatirkan berisiko menambah beban mereka, apalagi pinjaman dilakukan melalui platform yang tidak terdaftar secara legal di OJK, alias pinjol ilegal. Adapun, maraknya penggunaan pinjol ilegal itu berkait dengan kemudahan yang diperoleh konsumen dalam mengakses pembiayaan, selain kondisi lembaga keuangan mikro (LKM) yang saat ini dihadapkan pada sejumlah tantangan.