Wakil Ketua MPR Eddy Soeparno menegaskan, tidak ada rencana untuk mengubah sistem Pilpres secara langsung dalam naskah PPHN. Kajian yang disusun Badan Pengkajian MPR juga tidak mencantumkan usulan perubahan itu. Eddy mengatakan Badan Pengkajian kemarin hanya diberi tugas sampai akhir Agustus untuk menyampaikan pengkajian terkait materi dan substansi PPHN. Eddy menjelaskan, setelah naskah diserahkan, MPR akan melanjutkan pembahasan untuk merealisasikan PPHN. Bentuk payung hukum yang akan digunakan masih dibahas dan terbuka untuk berbagai opsi. Eddy mengungkapkan, naskah PPHN juga tidak memuat pengembalian kewenangan MPR untuk mengeluarkan Ketetapan (Tap) MPR. Naskah hasil kajian Badan Pengkajian MPR diserahkan dalam rapat gabungan MPR pada Rabu (6/8/2025). Rapat tersebut diikuti pimpinan MPR, para ketua dan wakil ketua fraksi, Kelompok DPD, serta alat kelengkapan MPR lainnya seperti Badan Sosialisasi dan Badan Anggaran.
Secara terpisah, Ketua MPR Ahmad Muzani menyebutkan bahwa penyusunan naskah PPHN merupakan hasil kerja lintas periode keanggotaan MPR. Senada dengan Eddy, menurut Muzani, bentuk hukum dari PPHN masih akan dibicarakan lebih lanjut, termasuk kemungkinan amendemen UUD 1945 atau penerbitan Tap MPR, setelah berkonsultasi dengan Presiden Prabowo Subianto. Ketua Kelompok DPD di MPR, Dedi Iskandar Batubara, menegaskan bahwa naskah yang diserahkan Badan Pengkajian MPR masih bersifat akademik dan belum menjadi pandangan resmi fraksi-fraksi atau Kelompok DPD. Terkait substansi PPHN, Dedi menyampaikan bahwa DPD tetap berpandangan bahwa sistem presidensial dengan pilpres secara langsung adalah pilihan terbaik bagi Indonesia saat ini. Lebih lanjut, Dedi mengatakan, pembentukan PPHN tidak boleh menegasikan sistem desentralisasi dan otonomi daerah yang menjadi amanah reformasi karena dengan keberadaan negara yang kaya akan keragaman suku, ras, dan agama tidak memungkinkan lagi diberlakukan kembali sistem sentralisasi.