Wacana revisi UU MK kembali mencuat setelah MK memutuskan pemilu nasional dan pemilu daerah dilaksanakan secara terpisah. Wakil Ketua DPR dari Fraksi Partai Golkar, Adies Kadir, saat ditemui seusai Rapat Paripurna DPR di Kompleks Parlemen, menepis anggapan bahwa putusan MK menjadi alasan untuk merevisi UU MK (8/7/2025). Menurut dia, pembahasan revisi UU MK telah tuntas pada periode 2019–2024 dan tinggal disahkan dalam rapat paripurna tingkat dua. Revisi mencakup tiga poin utama, yakni pengaturan ulang masa jabatan hakim konstitusi dalam Pasal 23A dan Pasal 87, serta perubahan komposisi Majelis Kehormatan MK pada Pasal 27A.
Sejumlah pakar hukum tata negara dan hukum administrasi menolak keras revisi tersebut. Penolakan karena perubahan mengancam prinsip negara hukum, demokrasi, dan independensi MK. Ketika wacana revisi UU MK disuarakan sejumlah anggota DPR setelah putusan MK soal putusan pemisahan pemilu, suara penolakan terhadap revisi pun disampaikan sejumlah pihak.
Di tengah mencuatnya wacana revisi UU MK, Rapat Paripurna DPR, Selasa, mengesahkan rencana kodifikasi dan kompilasi UU Paket Pemilu dan Partai Politik serta penyesuaian dengan putusan MK dalam Peraturan DPR tentang Renstra DPR 2025-2029. Meski demikian, belum ada kepastian apakah putusan MK soal pemisahan pemilu akan diadopsi dalam RUU Pemilu. Menurut Adies Kadir, mayoritas fraksi di DPR masih mengkajinya.