Aktivis Buruh Nasional menyoroti jumlah buruh yang terus menurun akibat terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal dan menurunnya daya beli masyarakat jelang HUT RI ke-79. Aktivis Buruh Mirah Sumirat yang juga merupakan Presiden Women Commitee Asia Pasifik mengungkapkan jumlah buruh yang terus menurun akibat terjadinya PHK massal. Data Dari Kementerian Tenaga Kerja selama periode Januari – Juni 2024, ada 32.064 tetapi Mirah Sumirat meyakini data yang sesungguhnya bisa dua kali lebih besar dari jumlah tersebut. Musababnya karena banyak perusahaan tidak melaporkan jumlah pekerja yang di PHK kepada Dinas tenaga kerja setempat.
Mirah Sumirat menyampaikan bahwa mereka yang akhirnya di-PHK sebagian besar beralih menjadi wirausaha skala kecil, misalnya menjadi pedagang makanan kaki lima, sebagian lagi beralih menjadi Driver Online, kerja serabutan, dan lainnya. Hal ini diperkuat dengan jumlahnya yang semakin besar. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS), bahwa jumlah pekerja sektor Informal di Indonesia bertambah dalam 5 tahun terakhir. Pada Februari 2019 jumlahnya masih 74,09 juta orang 57,27% dari total penduduk Indonesia yang bekerja), sedangkan pada Februari 2024 naik menjadi 84.13 juta orang atau 59.17 % dari total penduduk bekerja) artinya mereka memiliki pendapatan tidak tetap dan cenderung bertambah miskin, sulit untuk memenuhi kebutuhan hidup layak.
Persoalan lainnya berkaitan dengan penurunan daya beli akibat kebijakan upah murah sejak 2015 yaitu adanya PP No. 78/2015 tentang pengupahan hal ini telah mereduksi fungsi dewan pengupahan dan mereduksi komponen perhitungan upah dalam hal ini menghilangkan Komponen Hidup Layak (KHL). Lalu disusul dengan di keluarkan UU Omnibus Law Cipta Kerja yang semakin menegaskan PP 78/2015 terkait upah murah. Mirah melanjutkan bahwa penyebab lainnya adalah melambungnya harga kebutuhan pangan dan kebutuhan dasar (sembako), hal ini berdampak signifikan terhadap daya beli masyarakat yang semakin rendah, melambungnya harga pangan dan kebutuhan dasar yang tidak terkendali sejak 2021 naik rata-rata sekitar 20%, dan sampai saat ini tetap tidak bisa terkendali.