Petani membeberkan masalah penyaluran pupuk subsidi sehingga membuat ketersediaannya langka. Kepala Pusat Pengkajian dan Penerapan Agroekologi Serikat Petani Indonesia (SPI) Muhammad Qomarun Najmi mengatakan permasalahan mendasar terletak pada validitas data petani yang bisa membeli pupuk subsidi. Ia mengatakan ada petani yang memiliki lahan tetapi tidak mendapatkan Kartu Tani yang digunakan untuk menebus pupuk subsidi. “Ada yang tidak punya lahan atau bukan petani, dapat Kartu Tani,” katanya kepada CNNIndonesia.com (13/12).
Mengutip temuan Ombudsaman RI, Qomarun mengatakan belum semua petani mendapatkan Kartu Tani karena tidak semua bergabung dalam kelompok tani. Baru 60 persen petani bergabung dalam kelompok tani. Ia mengatakan pupuk subsidi di kios resmi dijual seharga Rp130 ribu – Rp140 ribu per sak (50 kilogram). Itu pun petani sulit mendapatkannya karena distribusinya lama.
“Bahkan pernah dua bulan tidak ada distribusi,” katanya. Padahal, lanjut Qomarun, di kios-kios tidak resmi tersedia pupuk subsidi dengan harga Rp270 ribu per sak. Sementara pupuk nonsubdisi jenis urea dijual Rp340 ribu per sak. Carut marutnya data penerima Kartu Tani, membuat sejumlah petani menggunakan KTP untuk membeli pupuk subsidi Karenanya, ia menilai rencana Jokowi untuk mempermudah petani mendapatkan pupuk dengan bermodalkan KPT bukan yang baru. “Itu bukan hal yang baru, banyak juga yang sudah melakukan itu, meskipun belum ada aturan untuk itu,” katanya.
Jokowi berjanji akan mempermudah pembelian pupuk subsidi bagi petani dengan cukup menunjukkan KTP atau Kartu Tani. “Saya sudah menyetujui untuk pembelian pupuk asal di KTP-nya ada tulisan petani silakan itu dipakai. Jadi, bisa pakai Kartu Tani, bisa memakai juga KTP,” ujarnya saat menemui para petani di Pekalongan, Jawa Tengah, Rabu (13/12).