Kalangan petani sawit Indonesia menolak penerapan UU Anti-Deforestasi (European Union Deforestation Regulation/ EUDR) yang diberlakukan oleh Uni Eropa (UE). Aturan tersebut merupakan kampanye negatif terhadap produk sawit agar orang-orang tidak mau membelinya. Seharusnya, UE menghormati dan mengakui standar ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil) serta peraturan terkait sawit yang berlaku di Indonesia ketimbang memberlakukan ketentuan baru tersebut. Ketua Umum Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Gulat Manurung mengatakan, penerbitan EUDR itu membuat harga sawit di petani menurun. Dari TBS (tandan buah segar) kemarin sudah Rp 3.000 per kilogram (kg), CPO (minyak sawit mentah) Rp 14 ribu per kg. Sekarang, harga CPO tinggal Rp 11.800 per kg, TBS sudah Rp 1.800-2.000 per kg, kata Gulat dalam keterangan yang dikutip Kamis (30/03/2023).
Dia menjelaskan, EUDR sangat berdampak pada penurunan harga tersebut, sebab aturan tersebut merupakan kampanye negatif terhadap produk sawit sehingga orang-orang tidak mau membelinya. Jika konsumen CPO menurun, harga TBS petani sawit ikut menurun. Alhasil, sekitar 17 juta petani sawit dan pekerja sawit dari Aceh sampai Papua ikut terdampak akibat kebijakan itu. UE mengatakan sawit itu tidak baik, merusak hutan, siapa yang merusak hutan? Sawit itu sekali 30 tahun-replanting, kalau kedelai setiap 3 bulan dipanen dan replanting. Jadi, mana yang lebih merusak, berefek negatif ke lingkungan? tegas Gulat.
Terkait itu, Apkasindo menyerahkan petisi kepada perwakilan Kedubes UE Stephan Mechati dengan isi diantaranya mencabut penargetan EUDR terhadap petani sawit Indonesia, UE harus menarik pasal dalam peraturan deforestasi yang secara tidak adil menargetkan petani non-Eropa dan membebaskan petani dari EUDR, sepatutnya tidak ada diskriminasi dalam hal ini. Lalu, mencabut pelabelan Risiko Tinggi untuk negara Indonesia yang menjadi objek dari peraturan itu. Kemudian, menghormati dan mengakui standar ISPO serta peraturan terkait sawit yang berlaku di Indonesia. Dalam skema sertifikasi ISPO telah diwajibkan bagi semua pelaku industri minyak sawit Indonesia, termasuk petani. Regulasi di Indonesia sudah mendukung upaya intensifikasi melalui Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) dan menolak deforestasi. Petisi lainnya, memastikan UE ke depan tidak lagi menyerang dan mendiskreditkan tanaman kelapa sawit sebagai tanaman penyebab deforestasi, meminta UE melakukan permintaan maaf secara tertulis kepada jutaan petani sawit yang akan terdampak kebijakan diskriminatif EUDR. Petisi itu ditandatangani Ketua Umum Santri Tani NU Tengku Rush Ahmad, Ketua Umum Apkasindo Gulat Manurung, Ketua Umum Asosiasi Petani Kelapa Sawit Setiyono, Ketua Umum Asosiasi Sawitku Masa Depanku Tolen Kataren, dan Ketua Umum Forum Mahasiswa Sawit Indonesia Amir Arifin Harahap.