Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengatakan penguatan harga minyak mentah akibat menurunnya suplai global, terutama dari Libya dan Ekuador, serta terbatasnya kemampuan produksi OPEC+ telah berdampak terhadap harga keekonomian bahan bakar minyak dan elpiji di Indonesia. Pertamina akan terus memantau kondisi harga pasar dan melakukan koordinasi dengan pemerintah untuk menetapkan kebijakan-kebijakan yang sesuai.
Berdasarkan formulasi perhitungan yang dilakukan oleh Pertamina pada Juli 2022, harga keekonomian Solar adalah Rp18.150 per liter, sedangkan harga jual masih Rp5.150 per liter. Kondisi ini membuat pemerintah harus membayar subsidi Solar Rp13.000 per liter. Sementara itu, harga keekonomian BBM bersubsidi Pertalite berada pada angka Rp18.150 per liter. Pertamina menjual Pertalite Rp7.650 per liter, sehingga setiap liter Pertalite yang dibeli oleh masyarakat mendapatkansubsidi Rp9.550 per liter dari pemerintah. Kemudian untuk elpiji bersubsidi, Pertamina mengatakan pihaknya belum menaikkan harga elpiji nonsubsidi sejak tahun 2007, sehingga harganya masih Rp4.250 per kilogram. Saat ini harga pasar elpiji adalah Rp15.698per kilogram, maka subsidi dari pemerintah adalah Rp11.448 per kilogram.
Harga keekonomian produk BBM nosubsidi jenis Pertamax adalah senilai Rp17.950 per liter. Pertamina masih mematok harga Pertamax Rp12.500 per liter, sedangkan perusahaan kompetitor sudah menetapkan hargaproduk sekitar Rp17.000 per liter. Kami masih menahan harga Pertamax Rp12.500 per liter karena Pertamina memahami jika Pertamax naik setinggi itu, maka shifting ke Pertalite akan terjadi. Kondisi ini tentu akan menambah beban negara