PT Pertamina (Persero) dan Chevron Corporation melalui anak perusahaannya, Chevron New Ventures Pte Ltd kerja sama untuk menjajaki potensi peluang bisnis rendah karbon di Indonesia. Kerja sama ini merupakan tindak lanjut dari penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) oleh Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati dan Executive Vice President Business Development Chevron Jay Pryor di Washington DC, Amerika Serikat pada Kamis (12/5).
Kedua perusahaan berencana untuk mempertimbangkan teknologi panas bumi baru (novel geothermal); penyeimbangan karbon (carbon offsets) melalui solusi berbasis alam; penangkapan, pemanfaatan dan penyimpanan karbon (carbon capture, utilization, dan storage/ CCUS); serta pengembangan, produksi, penyimpanan, dan transportasi hidrogen dengan rendah karbon (lower carbon hydrogen). Kerja sama ini menjadi bagian dari upaya kedua perusahaan untuk mendukung target net zero emission Pemerintah Indonesia pada 2060. Pertamina sendiri berkomitmen meningkatkan bauran energi terbarukan dari 9,2 persen pada tahun 2019 menjadi 17,7 persen di tahun 2030. Indonesia, sebagai negara kedua terbesar yang memiliki kapasitas terpasang panas bumi telah mengembangkan geothermal sejak 1974.
Saat ini, melalui Subholding Power & NRE, Pertamina memiliki total kapasitas terpasang Geothermal mencapai 1.877 MW yang berasal dari 13 area kerja Geothermal, di mana 672 MW berasal dari area kerja yang dioperasikan sendiri dan 1.205 merupakan kontrak operasi bersama (joint operation contract/JOC). Area kerja yang dioperasikan sendiri dengan total kapasitas 672 MW tersebut mencakup Area Sibayak 12 MW, Area Lumut Balai 55 MW, Area Ulubelu 220 MW, Area Kamojang 235 MW, Area Karaha 30 MW, dan Area Lahendong 120 MW.