Sekjen Komite Independen Pemantau Pemilu, Kaka Suminta, mengatakan penerbitan Perppu Nomor 1 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum tak sepenuhnya sesuai dengan prinsip untuk memenuhi kedaruratan dan kekosongan hukum. Menurut Kaka, persoalan nomor urut parpol peserta pemilu bukan hal mendesak untuk dimasukkan ke dalam perppu dan tidak ada pula kekosongan hukum yang terjadi jika ketentuan tersebut tidak ada di perppu (14/12). Ketentuan pada perppu tersebut membuat parpol peserta pemilu berada di level yang berbeda sejak awal. Ketidaksetaraan itu berpotensi mengganggu rasa keadilan, tidak hanya di kalangan parpol, tetapi juga pemilih. Padahal, prinsip keadilan semestinya dijunjung tinggi dalam perumusan regulasi pemilu.
Sekjen PDI-P, Hasto Kristiyanto, mengakui gagasan penggunaan nomor urut parpol sesuai dengan pemilu sebelumnya berasal dari partainya. Gagasan tersebut didasarkan atas prinsip efisiensi, penghematan atas penggunaan atribut parpol, serta bisa memperkuat identitas kepartaian (party id) di hadapan masyarakat, karena simbol dan nomor urut parpol bisa lebih melekat di ingatan publik. PDI-P juga memiliki alasan ideologis untuk memertahankan angka tiga sebagai nomor urut. Hal itu terkait dengan identitas PDI-P di masa Orde Baru yang identik dengan istilah merah total dengan simbol “metal”, juga konsep Trisakti Indonesia yang digagas Soekarno. PDI-P juga melakukan pendekatan dengan parpol lain, dan ternyata banyak yang setuju dengan alasan yang tidak jauh berbeda tentang pentingnya nomor urut yang sama.
Anggota Dewan Pembina Perludem, Titi Anggraini, memperkirakan masing-masing parpol peserta pemilu akan mulai memanfaatkan media digital untuk mengoptimalkan sosialisasi. Walaupun, masa kampanye baru akan berlangsung pada 28 November 2023-10 Februari 2024. Untuk itu, dibutuhkan ruang-ruang alternatif untuk adu gagasan di antara para peserta pemilu. Hal ini dibutuhkan pemilih dalam menentukan pilihannya di Pemilu 2024 nanti. Direktur Amnesty International Indonesia Usman Hamid juga menyampaikan, forum-forum warga perlu diperkuat untuk mendengarkan gagasan para peserta pemilu. Forum-forum ini bisa disiapkan di kelompok-kelompok masyarakat. Kebutuhan adanya ruang adu gagasan itu, menurut Usman, dikarenakan para elite politik yang cenderung memilih jalan pintas melalui populisme.