Para Kepala Desa meminta masa jabatannya ditambah karena jangka waktu enam tahun dirasa tidak cukup untuk membenahi desa. Polarisasi warga yang sulit diredam dan cenderung memanjang akibat pemilihan kepala desa juga membuat pekerjaan kepala desa terpilih menjadi sulit untuk terealisasi dalam 6 tahun. Para kepala desa meminta agar UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa direvisi. Menurut UU Desa, kepala desa dapat menjabat paling banyak tiga kali masa jabatan secara berturut-turut atau tidak secara berturut-turut.
Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD), Herman N Suparman, mengatakan wacana perpanjangan masa jabatan tersebut dilontarkan hanya untuk memanfaatkan momentum Pilkada dan Pemilu 2024 oleh kepala desa maupun politisi di tingkat nasional. Sebab, jumlah desa yang mencapai 83.843, cukup menjanjikan, terutama bagi politisi DPR dan lokal. Menurut Herman, jika dilakukan revisi UU Desa, seharusnya untuk pembenahan tata kelola pembangunan desa mulai dari perencanaan, penganggaran, dan terkait implementasi pembangunan. Khususnya peran Badan Permusyawaratan Desa (BPD) untuk pengawasan dan kontrol terhadap kinerja kepala desa dioptimalkan. Fungsi BPD sangat strategis, terutama dengan banyaknya masalah kepala desa terkait kasus korupsi.
Ketua Umum DPP Abpednas Indra Utama mengatakan, wacana perpanjangan masa jabatan kepala desa menarik bagi partai politik karena ada lebih dari 80.000 desa. Jika satu desa terdapat 7 orang dan semua dimobilisasi, maka itu menjadi potensi suara yang luar biasa yakni hampir 70 persen suara nasional.