Peperangan yang berimbas pada krisis pangan telah ditemukan di berbagai belahan dunia. Merujuk pada laporan State of Food Security and Nutrition in The World tahun 2021, terdapat 811 juta orang di dunia yang menghadapi kelaparan pada 2020. Jumlah tersebut 161 juta lebih banyak dibanding pada 2019. Berdasarkan laporan yang dikeluarkan oleh Global Hunger Index 2021, Indonesia mendapat skor 18,0 atau tergolong moderat dan berada di peringkat ke-73 dari 116 negara di dunia.
Walaupun mengemban predikat moderat dalam hal kelaparan, Indonesia tetap berstatus sebagai salah satu negara pengimpor pangan terbesar di dunia. Meskipun tercatat sebagai eksportir minyak sawit utama di dunia, tapi pada saat yang sama kita juga sebagai importir gandum terbesar. Konversi gandum ke pangan lokal yang belum serius dilakukan berakibat pada peningkatan volume impor dari tahun ke tahun. Sebagian besar gandum yang masuk ke Indonesia diperoleh dari Australia dan Ukraina serta beberapa dari Rusia. Indonesia juga kini menjadi negara tropis pengimpor kedelai secara rutin. Lebih dari 80 persen kebutuhan nasional ditopang dari kedelai impor. Produksi kedelai nasional yang tak kunjung membaik menyebabkan harga kedelai tak terkendali karena mengikuti perkembangan pasar dunia. Belum lagi jika hendak mengulas beras, jagung, dan tanaman pangan lainnya.
Akibat fluktuasi neraca impor pangan, menurut Kementerian Pertahanan, cadangan pangan Indonesia hanya bisa bertahan untuk 21 hari. Situasi ini lebih rendah dari Vietnam (23 hari), Thailand (143 hari), Tiongkok (681 hari), dan Amerika Serikat (1.068 hari). Program food estate untuk meningkatkan produksi pangan dan cadangan pangan nasional masih belum menemui hasil karena pada faktanya produksi pangan sehari-hari di Indonesia berasal dari keluarga petani dan produsen pangan skala kecil lainnya, bukan melalui food estate yang secara dominan dikontrol oleh perusahaan/korporasi pangan. Badan Pangan harus memperkuat peran petani. Kerja yang komprehensif dalam mengurus pangan tidak akan mampu bila hanya mengandalkan kolaborasi terbatas di antara birokrat, teknokrat, dan korporasi. Peran keluarga petani terbukti sangat sentral dalam membuka jalan keluar dari setiap persoalan pangan agar tak selalu berujung pada solusi impor. Badan Pangan harus bisa melepaskan belenggu Indonesia sebagai negeri pengimpor pangan.