Israel tengah mempersiapkan diri untuk perang baru. Hal ini membuat Amerika Serikat (AS) was-was. Ini terkait hubungan Israel dengan tetangganya di Utara, Lebanon, yang terus menerus memanas. Konfrontasi terus terjadi antara Negeri Yahudi itu dengan milisi penguasa Lebanon, Hizbullah. Anggota Kabinet Perang Israel, Benny Gantz, mengatakan keadaan di Utara sangatlah menegangkan. Menurutnya, tidak ada lagi ruang untuk diplomasi dalam menstabilkan situasi. “Jika dunia dan pemerintah Lebanon tidak bertindak untuk menghentikan serangan terhadap masyarakat di wilayah utara dan mengusir Hizbullah dari perbatasan, Pasukan Pertahanan Israel (IDF) akan melakukan itu,” paparnya.
Sebelumnya, ketegangan Israel juga meningkat dengan Iran setelah pembunuhan seorang penasihat senior di Korps Garda Revolusi Iran, Sayyad Razi Mousavi. Ia tewas dalam serangan Israel di luar ibu kota Suriah, Damaskus pada hari Senin. Iran mengancam akan melakukan pembalasan terhadap Israel. Narasi ini juga telah digelorakan oleh Presiden Iran, Ebrahim Raisi. “Tidak diragukan lagi, rezim Zionis yang perampas kekuasaan dan biadab akan menanggung akibatnya,” kata Raisi.
Sementara itu, para pejabat AS telah khawatir bahwa serangan balasan Israel di wilayah tersebut dapat meningkat menjadi pertempuran regional yang lebih besar. Meski begitu, Washington sendiri telah melakukan serangkaian serangan udara di Irak terhadap fasilitas yang dikatakan digunakan oleh proksi Iran. Israel berada di bawah tekanan dari negara-negara Eropa dan PBB untuk segera menyetujui gencatan senjata. Namun dengan Hamas dan Israel yang mengutarakan syarat-syarat yang tampaknya sulit untuk diselesaikan di depan umum, para diplomat mengatakan tampaknya kesepakatan untuk gencatan senjata abadi masih jauh dari harapan.