Kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% dari 11% pada 2025 harus menjadi momentum pemerintah untuk membangun kepercayaan para pembayar pajak, entah itu korporasi atau individu. Ini penting agar kisruh kenaikan PPN seperti saat ini tidak terjadi lagi di masa depan. Sejumlah kalangan menilai, kisruh PPN 12% salah satunya dipicu ketidakpercayaan wajib pajak (WP) terhadap penggunaan penerimaan pajak oleh pemerintah. Mereka tidak mengetahui dengan jelas manfaat dari kenaikan PPN.
Di sisi lain, Presiden Prabowo Subianto telah menyerahkan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) untuk tahun buku 2025. Pada saat bersamaan, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menerangkan fokus APBN tahun 2025. Menkeu menyampaikan, postur APBN 2025 adalah target pendapatan negara Rp 3.005,12 triliun, terdiri atas penerimaan pajak Rp 2.189 triliun, penerimaan kepabeanan dan cukai Rp 301,60 triliun, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) Rp 513,63 triliun, dan penerimaan hibah Rp 0,6 triliun.
Adapun alokasi belanja negara sebesar Rp 3.621,31 triliun, yang terdiri atas belanja K/L Rp 1.160,08 triliun, belanja non-K/L Rp 1.541,35 triliun, transfer ke daerah Rp 919,9 triliun. Defisit APBN 2025 pada tingkat Rp 616,2 triliun atau 2,53% terhadap produk domestik bruto. Dengan belanja pemerintah sebesar Rp 2.701,4 triliun, alokasi belanja ke sektor pendidikan mencapai Rp 724,3 triliun atau menjadi belanja tertinggi di APBN 2025. Belanja untuk kesehatan Rp 218,5 triliun, perlindungan sosial (perlinsos) mencapai Rp 503,2 triliun, dan untuk ketahanan pangan mencapai Rp 144,6 triliun. Sri Mulyani menerangkan, alokasi belanja untuk program makan bergizi gratis (MBG) mencapai Rp 71 triliun. Belanja ini diharapkan dapat meningkatkan perekonomian di daerah dan terutama di desa-desa di dalam rangka untuk menyuplai kebutuhan program Makan Bergizi Gratis.