Pertumbuhan penjualan atau konsumsi listrik dinilai menjadi sinyal turut meningkatnya pertumbuhan ekonomi. Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengatakan, pertumbuhan konsumsi listrik sangat erat kaitannya dengan pertumbuhan ekonomi. Dalam beberapa tahun terakhir, jika pertumbuhan ekonomi mencapai 1 persen maka berkorelasi dengan pertumbuhan listrik antara 0,9 sampai 1 persen. Realisasi penjualan listrik oleh PLN yang mengalami peningkatan disebabkan oleh beberapa hal seperti adanya sambungan listrik baru dari pelanggan maupun ekspansi penambahan daya oleh konsumen. Upaya PLN mendorong captive power atau menyediakan listrik bagi sektor industri yang selama ini memenuhi kebutuhan listriknya sendiri dan mulai beralih menggunakan listrik PLN dinilai juga menjadi faktor pendorong. Sementara itu, pelaksanaan Pemilu di awal tahun 2024 juga dianggap sebagai faktor pendorong penjualan listrik di awal tahun ini.
Menurut Fabby, peningkatan konsumsi listrik ini cukup positif karena dapat mengatasi kendala suplai listrik berlebih yang sedang dialami PLN. Di 2024 ini juga sejak awal tahun karena ada Pemilu ada kenaikan konsumsi karena banyak aktivitas. Adapun, hingga Februari 2024, realisasi penjualan listrik mencapai 47,89 terawatt hour (TWh) atau tumbuh 8,56 persen dari periode yang sama pada tahun lalu. Dari jumlah tersebut, penjualan penjualan listik sektor industri mencapai 14,69 TWh atau tumbuh 2,97 persen, sektor bisnis mencapai 8,94 TWh atau tumbuh sebesar 10,75 persen dan sektor rumah tangga sebesar 20,35 TWh atau tumbuh sebesar 11,08 persen. Sementara itu, pada tahun 2023, penjualan listrik naik 5,32 persen jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Pada tahun 2022 penjualan listrik PLN mencapai 270,82 TWh dan meningkat menjadi 285,23 TWh pada 2023.