Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) melalui Ketua Umum Roy N. Mandey meminta pemerintah untuk mendefinisikan kembali dengan jelas petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis (Juklak/Juknis) barang tidak kena Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dalam Undang-undang Nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Ia juga mengatakan kenaikan tarif PPN dari 10 persen menjadi 11 persen tentu memberikan dampak berarti bagi konsumsi masyarakat.
Di sisi lain, 11 barang kebutuhan pokok yang sebelumnya dikecualikan dari PPN, saat ini melalui UU HPP telah diubah dan dijadikan objek PPN. Oleh karena itu, menurutnya para pedagang yang menjual barang kebutuhan pokok akan menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang berkewajiban menerbitkan faktur pajak dan melakukan laporan pajak PPN setiap bulannya. Hal ini, kata Roy, berpotensi memerlukan tambahan tenaga administrasi, yang akan berdampak pada penambahan biaya overhead yang akan dikenakan pada harga jual barang pokok dan penting kepada konsumen.