Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy N. Mandey mengatakan ada beberapa penyebab sejumlah mal sepi di DKI Jakarta. Pertama, mal yang sepi biasanya menerapkan sistem strata. Roy mengatakan ada dua jenis mal yakni strata dan lease. Dalam sistem strata, tenant membeli tempat di dalam mal untuk menjalankan usaha mereka, sehingga mereka bebas menentukan apakah akan membuka atau menutup usaha mereka. Sedangkan dalam, sistem lease, tenant menyewa tempat di dalam mall dengan ketentuan yang disepakati. Jika tidak membuka tenant, mereka akan dikenakan sanksi sesuai kesepakatan. Roy mengatakan hanya ada 10 hingga 15 mal strata di Indonesia.
Kedua, mal sepi karena pemiliknya terlambat melakukan perubahan strategi, padahal perilaku konsumen berubah terutama setelah era new normal. Ia mencontohkan Ratu Plaza yang sepi. Roy mengatakan Ratu Plaza seharusnya berinovasi dan tidak hanya berfokus pada penjualan barang elektronik. Pasalnya saat ini konsumen lebih memilih membeli barang elektronik di daerah Glodok atau membelinya secara online. Ia mengatakan Ratu Plaza seharusnya berubah menjadi mal makanan dan minuman atau leisure mal. Pasalnya konsumen saat ini cenderung makan dan minum terlebih dahulu sebelum belanja. Maka dari itu, Roy mengatakan mal yang tidak menjual makanan dan minuman akan cenderung ditinggalkan pengunjung. Sejumlah mal di DKI Jakarta sepi pengunjung usai pandemi covid-19 menghantam Indonesia sejak 2020 lalu, di antaranya Ratu Plaza, Glodok City, Mal Blok M dan Plaza Semanggi.