Kekuatan jaringan Negara Islam Indonesia (NII) dinilai tak lebih kuat dari Jemaah Ansharut Daulah (JAD) maupun Jemaah Islamiah (JI). Hal ini disampaikan pengamat terorisme Al Chaidar, Selasa (19/4/2022). “Setahu saya, NII belum melakukan pelatihan untuk serangan-serangan teror. Banyak di antara mereka yang direkrut oleh JI, ISIS, itu sebenarnya mereka direkrut setelah keluar dari NII. Jadi, mereka itu bukan lagi NII asli,” katanya. Menurutnya, NII saat ini tidak sampai satu 1 persen dari penduduk Indonesia. NII pun memiliki sekitar 18 faksi.
Belakangan, Densus 88 menyebut jaringan NII berupaya melengserkan pemerintah yang berdaulat sebelum Pemilu 2024. Selama ini, NII berjuang mengganti ideologi Pancasila dan sistem pemerintahan Indonesia dengan syariat Islam, sistem khilafah dan hukum Islam. Al Chaidar mengaku belum percaya sepenuhnya bahwa mereka yang ditangkap Densus 88 merupakan anggota asli NII. “Apakah yang ditangkap itu benar-benar NII yang asli atau tidak. Beberapa orang yang ditangkap di Sumatera Barat itu, orang-orang JAD bukan NII. Karena kalau mengaku sebagai anggota JAD, pasti hukumannya lebih berat,” ucapnya.
Dia menambahkan NII merupakan pergerakan yang banyak dimanfaatkan oleh pemerintah dalam berbagai situasi, seperti pemenangan pemilu, pengondisian radikalisme atau alat deradikalisasi. “Sebenarnya mereka masih percaya kepada Negara Indonesia, makanya negara mereka adalah Negara Islam Indonesia, benderanya juga merah putih, Proklamasi 1949 itu merupakan lanjutan dari Proklamasi 1945. Mereka kecewa karena dihapuskannya Piagam Jakarta, terutama yang mengatur ketuhanan, kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya. Ini yang membuat mereka kecewa,” katanya.