Pengamat Sosial dari Universitas Indonesia (UI) Devie Rahmawati menekankan pemerintah mesti mendampingi warga penerima dana insentif bantuan sosial (bansos) di desa supaya terhindar dari jeratan jasa pinjaman modal usaha tak resmi atau rentenir. Upaya tersebut dapat dilakukan dengan menerjunkan tim yang khusus untuk mendampingi warga sehingga bisa memanfaatkan dana bansos secara tepat. Pasalnya, aliran dana bansos yang bergelombang dengan jenis dan besaran nilai berbeda dari pemerintah seperti bantuan langsung tunai ketahanan pangan, hingga bantuan langsung tunai (BLT Desa) kerap diberikan kepada rentenir. Dana tersebut diberikan oleh warga kepada rentenir sebagai jaminan pertama untuk mendapatkan suntikan modal usaha yang lebih besar. Rentenir menjadi salah satu faktor yang menghambat pembangunan desa. Alih-alih dana dimanfaatkan untuk kebutuhan pokok namun karena dibujuk rayu mereka justru terjerat hutang. “Itu sesuai fakta di lapangan dan pemerintah pasti tahu karena ada datanya. Rentenir kerap memanfaatkan momentum penyaluran dana bansos untuk menjerat warga kita di desa,” katanya.
Minimnya akses terhadap lembaga keuangan formal dan besarnya minat berusaha dengan memanfaatkan dana bantuan membuat penduduk desa lebih rentan terjerat rentenir. Rentenir biasanya menawarkan pinjaman dengan bunga yang tinggi dan tenor yang pendek. Hal ini membuat penduduk desa sulit untuk melunasi pinjamannya, sehingga mereka terjebak dalam utang yang berkepanjangan. Berdasarkan data dari Kementerian Koperasi dan UKM pada tahun 2022, sebanyak 13,7 juta keluarga di Indonesia memiliki utang kepada rentenir. Jumlah ini meningkat sebesar 1,4 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Oleh sebab itu, Devie berharap pemerintah dapat segera mengimplementasikan pembentukan tim petugas pendamping seperti yang dimaksudkan. Terlebih pada periode 2024 akan banyak jenis bantuan sosial yang disalurkan kepada masyarakat desa.