Pengamat transportasi dari The Institute for Transportation and Development Policy (ITDP) Indonesia Etsa Amanda menilai subsidi kendaraan listrik lebih tepat diberikan kepada transportasi publik dibandingkan kendaraan pribadi. Alasan pertama, transportasi publik memiliki jarak tempuh harian yang jauh lebih panjang dibandingkan kendaraan pribadi. Kedua, terkait dampak pada ekonomi yaitu jumlah bus dalam suatu armada transportasi publik yang dikelola satu institusi tertentu bisa mendorong penyaluran subsidi yang lebih fokus dibandingkan subsidi kendaraan pribadi. Ketiga, terkait kemudahan dalam perencanaan dimana transportasi publik memiliki rute yang tetap, jadwal operasional yang reguler, dan depot atau tempat kendaraan beristirahat yang dinilai bisa menyederhanakan proses perencanaan. Keempat, pemberian subsidi dinilai bisa menjadi momentum untuk mereformasi transportasi publik secara keseluruhan.
Kebijakan subsidi kendaraan listrik yang ditetapkan pemerintah dengan tujuan untuk mengurangi ketergantungan impor energi serta mengurangi emisi karbon, ternyata menuai kritik dari berbagai pihak. Kritikan ditujukan tidak hanya untuk mobil saja tapi juga motor listrik. Subsidi pengurangan Pajak Pertambahan nilai (PPN) sebesar 10 persen menjadi 1 persen untuk mobil listrik dinilai terlalu besar. Apalagi, segmen mobil listrik hanya segelintir masyarakat, itupun kalangan menengah atas. Artinya, tanpa diberikan subsidi pun bisa membeli kendaraan listrik.
Salah satu kritik disampaikan oleh Mantan Gubernur DKI Jakarta sekaligus Cawapres 2024 Anies Baswedan. Ia menyebut kebijakan subsidi kendaraan listrik bukan solusi untuk mengatasi masalah lingkungan. Kritik juga datang dari Wakil Ketua DPR Rachmat Gobel. Menurutnya, pemerintah seharusnya fokus membangun pemerataan ekonomi, menanggulangi kemiskinan, serta memperkuat sektor pertanian, perikanan, dan pangan pada umumnya dibanding menggelontorkan subsidi untuk kendaraan listrik.