Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (AKSES) Suroto mengatakan jumlah Bantuan Langsung Tunai (BLT) untuk Pedagang Kaki Lima/Pemilik Warung (PKLW) dan nelayan pada 2022 terlalu kecil jika dibandingkan dengan bantuan restrukturisasi untuk korporasi besar. Menurutnya, uang negara yang jumlahnya ratusan triliun, saat ini mandeg di perbankan dalam bentuk dana penempatan dan modal penyertaan. Sehingga, program restrukturisasi UMKM yang saat ini ada sebaiknya dikonversi dalam bentuk BLT langsung ke usaha mikro dan kecil.
Saat usaha mikro mengalami puncak krisis pada 2020, sektor tersebut hanya mendapatkan jatah penyaluran kredit sebesar tiga persen dari total rasio kredit perbankan. Dari total penyaluran kredit perbankan kepada UMKM, disebut hanya tersalurkan sebesar 19,75 persen atau tak mencapai kuota minimal realisasi kredit minimal 20 persen sebagaimana Peraturan Bank Indonesia (PBI). Kebanyakan (penyaluran kredit) larinya ke usaha menengah yang merupakan quasi company dari usaha besar juga.
Suroto menuturkan, seharusnya bentuk alokasi fiskal permanen yang diberikan ialah dalam bentuk Pendapatan Minimum Warga (Universal Basic Income). Hal ini mempertimbangkan banyaknya usaha mikro yang masuk ke dalam kategori rentan miskin, sehingga menciptakan masalah struktural karena ada ketimpangan pendapatan dengan kategori menengah ke atas. Atas hal itu, bantuan yang diberikan kepada pelaku UMKM dinilai tak bisa hanya diselesaikan secara insidental dan karitatif.