Sikap Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) yang menyatakan tidak bisa menindaklanjuti laporan dugaan transaksi mencurigakan terkait aliran dana kampanye dinilai tidak tegas dan terkesan saling melempar tanggung jawab. Menurut Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia, Neni Nur Hayati, temuan yang disampaikan PPATK dalam masa krusial itu seharusnya ditanggapi cepat dan terbuka oleh para lembaga penyelenggara Pemilu. Apalagi masa tahapan Pemilu tinggal 55 hari lagi menuju pemungutan suara pada 14 Februari 2024.
Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja dalam jumpa pers, Selasa (19/12/2023) lalu, menyampaikan lembaganya memang berwenang mengawasi dana kampanye. Rahmat menjelaskan, dalam nota kesepahaman yang diteken Bawaslu dan PPATK, PPATK akan memberi informasi untuk ditindaklanjuti Bawaslu jika informasi itu berkaitan dengan RKDK atau rekening dana pemilu. Di luar itu (dana kampanye), bukan kewenangannya, sehingga Bawaslu meneruskannya kepada KPK, polisi dan kejaksaan.