Pemerintah Indonesia memastikan akan bertindak sebagai penjamin Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat antara Jakarta dan Bandung. Dalam hal ini, biaya pembangunan kereta cepat yang sebelumnya menjadi kewajiban dari PT KAI telah diambil-alih tanggungjawabnya oleh pemerintah pusat Keputusan ini telah diterbitkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani baru-baru ini menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 89 Tahun 2023 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Penjaminan Pemerintah untuk Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat antara Jakarta dan Bandung.
Dalam aturan yang ditandatangani pada 31 Agustus 2023 itu, disebutkan bahwa penjaminan pemerintah ini mempertimbangkan prinsip keuangan negara, pengelolaan risiko fiskal, dan kesinambungan fiskal. Dalam hal ini, penjaminan pemerintah diberikan atas keseluruhan dari kewajiban finansial PT KAI terhadap kreditur berdasarkan perjanjian pinjaman. Aturan ini juga menyinggung peran Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk memastikan proyek KCJB dapat terselenggara. Selain itu, aturan ini juga mengharuskan PT KAI mengajukan penjaminan kepada Menteri Keuangan dengan beberapa syarat. Syarat-syarat tersebut di antaranya adalah lampiran keputusan Komite KCJB, alasan perlunya penjaminan pemerintah, nilai pinjaman yang akan dijamin pemerintah, dan calon kreditur.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan, kebijakan ini akan memunculkan beban tak langsung terhadap APBN. “Sudah melenceng jauh ya, dari awal sifatnya B2B (business to business), kemudian ada keterlibatan PMN (Penyertaan Modal Negara), dan mekanisme subsidi tiket, sekarang masuk ke penjaminan,” kata Bhima kepada Kompas.com, Selasa (19/9/2023). Menurutnya, hal ini berarti proyek kereta cepat secara finansial menjadi beban pembayar pajak. Padahal, proyek tersebut semestinya bisa mandiri secara komersial. Karenanya, ia berharap agar PMK Nomor 89 Tahun 2023 ini sebaiknya ditinjau ulang dan dikonsultasikan ke DPR.