PT Kereta Cepat Indonesia China ( KCIC ) meminta masa konsesi atau hak operasi Kereta Cepat Jakarta-Bandung ( KCJB ) diperpanjang dari 50 tahun menjadi 80 tahun. Pengajuan itu ditetapkan lewat Surat Dirut PT KCIC Nomor 0165/HFI/HU/KCIC08.2022 per 15 Agustus 2022. Di dalam surat tersebut, PT KCIC meminta kepada Kementerian Perhubungan (Kemenhub) agar dilakukan penyesuaian terhadap masa konsesi KCJB. “Terdapat beberapa kendala yang menyebabkan berubahnya kelayakan bisnis proyek, sehingga diperlukan penyesuaian masa konsesi menjadi 80 tahun,” ungkap Plt Direktur Jenderal Perkeretaapian Kemenhub Mohamad Risal Wasal dalam rapat dengan Komisi V DPR, Kamis (8/12).
Perjanjian konsesi antara pemerintah dan KCIC awalnya diatur dalam Perjanjian Konsesi/Kerja Sama Nomor HK.201/1/21/Phb 2016 Amandemen dan Pernyataan Kembali Perjanjian Konsesi/Perjanjian Kerja Sama Nomor PJ 22/2017. Di dalam Perjanjian tersebut, nilai investasi yang akan dibiayai oleh KCIC sebesar US$5,9 miliar dengan masa konsesi 50 tahun sejak tanggal operasi prasarana/sarana. Ia menjabarkan tiga urgensi yang mengharuskan penyesuaian masa konsesi menjadi 80 tahun. Pertama, meningkatkan indikator kelayakan proyek KCJB dalam rangka memenuhi pendanaan pembengkakan biaya atau cost overrun. Berdasarkan hasil kajian terbaru Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan Komite KCJB per 15 September 2022, pembengkakan biaya ( cost overrun ) naik menjadi US$1,449 miliar atau Rp21,74 triliun. Padahal, berdasarkan perhitungan dan review BPKP pada 9 Maret 2022 pembengkakan biaya hanya sebesar US$1,17 miliar atau Rp17,64 triliun. Kedua, menjaga kesinambungan proyek, sehingga dapat memaksimalkan dampak positif penyelenggaraan kereta cepat di berbagai aspek yang dapat menguntungkan pemangku kepentingan dan masyarakat. ” Ketiga, untuk mewujudkan keberhasilan proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung, sehingga dapat mempererat hubungan bilateral antar kedua negara,” imbuh Risal.
Direktur Utama PT KCIC Dwiyana Slamet Riyadi mengatakan perpanjangan konsesi menjadi salah satu opsi yang harus diambil, mengingat situasi dan kondisi di lapangan sudah berubah. Ia menilai indikator-indikator investasi di proyek mengalami banyak perubahan, yang paling kritis ialah terkait demand forecast atau proyeksi permintaan. Merespons tantangan tersebut dan fakta pembengkakan biaya, Dwiyana mengatakan KCIC perlu melakukan simulasi lanjutan untuk membuat visibilitas proyek kereta cepat bisa naik kembali.
Tapi, Direktur Eksekutif Institut Studi Transportasi (Instran) Deddy Herlambang menegaskan pemerintah tidak perlu menuruti permintaan PT KCIC. Apalagi, dalam Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur (KSPI) pun disebutkan maksimal 50 tahun. Kalau PT KCIC bersikeras, maka lebih baik pemerintah melelang kembali proyek kereta cepat kepada investor lain. Deddy menduga motif PT KCIC untuk menambah masa konsesi supaya mereka bisa mendapat keuntungan lebih. Menurut Deddy, PT KCIC kemungkinan menghitung mendapatkan keuntungan setelah 80 tahun menjalankan proyek. Namun, tetap saja, perpanjangan masa konsesi tidak bisa dibenarkan. Oleh karena itu, pemerintah harus mengkaji lagi dan memastikan kebenaran hitung-hitungannya. “Jangan sampai kita ‘dikadalin’ dengan alasan pembengkakan biaya atau apa, “imbuh Deddy.