Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) mengusulkan pemerintah untuk memungut pajak orang super kaya atau ultra kaya di Indonesia. Researcher Center of Food, Energy, and Sustainable Development INDEF Dhenny Yuartha menegaskan pemerintah sudah seharusnya mencari sumber pemasukan baru. Ia berpesan negara, termasuk di pemerintahan Prabowo Subianto, jangan mengandalkan pajak dari ledakan komoditas alias commodity boom. Ia kemudian mengutip data Credit Suisse mengenai populasi orang super kaya di dunia. Kategori orang dalam kelompok ini adalah memiliki uang sekitar US$1 juta-US$50 juta atau Rp784 miliar (asumsi kurs Rp15.688 per dolar AS). “Populasi orang kaya, ultra kaya, memang cukup besar ternyata di Indonesia. Itu diprediksi di 2026 ada sekitar 377 ribu orang, bahkan lebih besar dari Uni Emirat Arab (192 ribu orang super kaya di 2026). Ini menjadi PR bagaimana sektor-sektor undertax, seperti orang kaya nanti bisa dipajaki,” ucapnya dalam Diskusi Publik INDEF secara virtual, Minggu (18/8).
Tak hanya unggul atas UEA, taipan di Indonesia bahkan diperkirakan bakal lebih banyak dari negara-negara lain. Sebut saja Kuwait yang diprediksi hanya ada 137 ribu orang ultra kaya di 2026, Thailand 133 ribu orang, Filipina 123 ribu orang, dan Cile 106 ribu orang. Oleh karena itu, Dhenny tak sepakat jika opsi yang dipilih pemerintah adalah membangun family office. INDEF menegaskan pilihan tersebut justru bakal melahirkan pengemplang pajak.