Pemerintah diminta segera mencari solusi terhadap pemutusan hubungan kerja atau PHK yang marak di Indonesia agar tak semakin meluas. Respons cepat diperlukan untuk mencari solusi terbaik dengan melibatkan pengusaha dan serikat pekerja. Anggota Ombudsman RI, Robert Na Endi Jaweng, mengingatkan, gelombang PHK pada tahun ini telah melanda sejumlah sektor industri, diantaranya industri tekstil, garmen, serta sepatu dan alas kaki.
Berdasarkan data dari Kementerian Ketenagakerjaan, jumlah tenaga kerja yang PHK hingga Oktober 2022 sebanyak 11.626 pekerja. Adapun berdasarkan data Asosiasi Persepatuan dan Alas Kaki Indonesia, sejak pandemi Covid-19 hingga saat ini telah terjadi PHK terhadap 25.700 pekeija bidang persepatuan dan alas kaki. Selain itu, ratusan ribu pekerja dirumahkan dan terjadi pengurangan jam kerja dari rata-rata 40 jam per minggu menjadi 30 jam per minggu yang berdampak pada penurunan upah.
Pemerintah perlu bertindak cepat dan mencegah agar PHK tidak terus meluas. Dari temuan Ombudsman RI, fenomena PHK massal disinyalir merupakan dampak dari penetapan upah minimum provinsi (UMP) yang baru ditetapkan pemerintah. Penetapan kebijakan UMP dinilai minim pelibatan para pihak, seperti unsur pemberi kerja, asosiasi, serikat pekerja, lembaga tripartit, dan Dewan Pengupahan. Di samping itu, Ombudsman menilai terdapat dualisme regulasi, yaitu Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan dengan Peraturan Men- teri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 18 Tahun 2022 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2023. Hal ini menimbulkan ketidakpastian hukum. Pemerintah perlu bertindak cermat dalam memberikan kepastian hukum dan hierarki norma kebijakan untuk menghindari benturan kepentingan antara pengusaha dan pekerja.
Sebelumnya, Wakil Ketua Umum Bidang Pengembangan Otonomi Daerah Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Sarman Simanjorang mengemukakan, pengusaha menghendaki kondisi investasi dan usaha yang kondusif. Salah satunya, yakni kepastian hukum. Permenaker No 18/2022 dinilai tidak melalui proses perundingan. Uji materi yang diajukan Kadin dan Apindo terkait aturan itu merupakan upaya mendapatkan kepastian hukum. Di tengah ketidakpastian ekonomi, kenaikan UMP dikhawatirkan di luar kemampuan dunia usaha.