Tim Pelaksana Satuan Tugas (Satgas) Percepatan Investasi telah mencabut 1.118 izin usaha pertambangan (IUP) per 24 April 2022. Ketua Satgas sekaligus Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menyampaikan, dari 1.118 IUP yang dicabut tersebut luasnya mencapai 2.707.443 hektare (ha). 1.118 IUP tersebut terdiri dari nikel sebanyak 102 IUP dengan luas 161. 254 ha, batubara sebanyak 271 IUP dengan luas 914. 136 ha, tembaga sebanyak 14 IUP atau setara dengan 51.563 ha. Bauksit sebanyak 50 IUP atau setara 311. 294 ha, timah sebanyak 237 IUP atau seluas 374. 031 ha, emas sebanyak 59 IUP atau seluas 529. 869 ha, dan juga mineral lainnya sebanyak 385 IUP atau seluas 365. 296 ha.
Bahlil menyebut terdapat setidaknya tiga kriteria yang menjadi dasar rujukan pencabutan IUP: Pertama, IUP tersebut digadaikan di bank, atau IUP diambil lalu diperjualbelikan, atau IUP tersebut diambil dan hanya disimpan di pasar keuangan tanpa mengimplementasikannya di lapangan, atau IUP tersebut hanya disimpan dan baru sekian tahun kemudian dikelola. Padahal, pemberian izin tersebut adalah untuk memacu proses percepatan pertumbuhan ekonomi, meningkatkan hirilisasi, juga sekaligus, untuk mencuptakan nilai tambah pada Kawasan-kawasan ekonomi baru di seluruh wilayah Indonesia.
Kedua, IUP tersebut dimiliki pengusaha, namun pengusaha tersebut tidak mengurus Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH). IUP-nya ada, IPPKH ada, namun tidak mengurus Rencana Kerja Anggaran dan Biaya (RKAB). Sehingga ini mengendap begitu saja hingga puluhan tahun. Ketiga, IUP, IPPKH, dan RKAB ada, namun usahanya tidak kunjung dijalankan. Hal ini biasanya karena pengusaha kekurangan keuangan. IUP ini diberikan kepada pengusaha yang bisa langsung mengeksekusi usahanya. Akan tetapi, jika kekurangan modal, maka harus segera mencari investor, tetapi tidak terlalu lama. Jika terlalu lama, akan menghambat pengusaha lain yang sudah jelas mempunyai modal untuk berusaha.