ementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Kemenko Perekonomian) mengakui, jumlah penduduk kelas menengah terus menurun beberapa tahun terakhir. Pemerintah pun coba memberikan sejumlah insentif ke kelas menengah. Sekretaris Menko Perekonomian Susiwijono Moegiarso menjelaskan bahwa pemerintah menaruh perhatian kepada kelompok penduduk kelas menengah dan aspiring middle class (kelompok miskin yang berhasil naik kelas namun masih rentan miskin). “Kita kan khawatir pada 2023 ke 2024 ini kan proporsi kelas menengah dan aspiring middle class mulai agak turun sedikit kan. Kita ingin mendorong meningkatkan kembali,” jelas Susiwijono di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta Pusat, Selasa (27/8/2024).
Susiwijono mengakui, kelas menengah merupakan pendorong utama perekonomian Indonesia. Menurutnya, pertumbuhan jumlah kelas menengah akan berbanding lurus dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Alasannya, sambung Susiwijono, karena kelas menengah sangat berkontribusi kepada penerima pajak. Jika kelas menengah bertambah maka basis pajak juga semakin tinggi. “Kelas menengah ingin kita tingkatkan lagi jumlahnya karena share-nya ke ekonomi yang sangat besar,” jelas Susi. Sementara itu, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan kelas menengah merupakan motor utama penggerak ekonomi. Menurutnya, kini proporsi kelas menengah sekitar 17,13% dari total penduduk Indonesia. Airlangga menyatakan kelas menengah sangat berkontribusi dalam sektor kewirausahaan, penciptaan lapangan kerja, dan investasi.
Airlangga mengklaim pemerintah ingin terus mendukung kelas menengah dengan meluncurkan sejumlah insentif seperti program perlindungan sosial, insentif pajak, kartu prakerja, jaminan kehilangan pekerjaan, hingga kredit usaha rakyat. Tak hanya itu, Airlangga menjelaskan bahwa pengeluaran terbesar kedua kelas menengah diperuntukkan untuk sektor perumahan. Oleh sebab itu, pemerintah memutuskan memberikan dua insentif pembiayaan perumahan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang ditopang oleh kelas menengah. Pertama, insentif pajak pertambahan nilai ditanggung pemerintah (PPN DTP) sebesar 100% untuk pembelian rumah di bawah Rp5 miliar serta dengan batasan pemberian insensif sebesar Rp2 miliar. Kedua, pemerintah menambah unit fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) dari yang semula 166.000 unit menjadi 200.000 unit.