Rieke Diah Pitaloka diadukan Alfadjri Aditia Prayoga ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) pada 20 Desember 2024. Rieke diduga melanggar kode etik karena membuat konten di media sosial berisi ajakan atau provokasi untuk menolak kebijakan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen. Surat panggilan sidang dari MKD kepada Rieke telah dibuat pada 27 Desember atau satu pekan setelah laporan diterima. Pemanggilan dijadwalkan berlangsung pada Senin (30/12/2024) pukul 11.00 WIB, namun Rieke meminta agar pemeriksaan ditunda karena masih menjalankan tugas reses di daerah.
Ketua Dewan Pimpinan Pusat PDI-P Deddy Yevry Sitorus menilai pemeriksaan yang akan dilakukan MKD kepada Rieke bakal berdampak pada daya kritis anggota DPR. Fungsi pengawasan pemerintahan dijalankan dan dimanifestasikan oleh anggota DPR, termasuk menyuarakan suara dari masyarakat yang menolak kenaikan PPN. Pihak yang seharusnya diperiksa adalah anggota DPR yang abai dan tidak menyuarakan aspirasi masyarakat.
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia, Lucius Karus, mengapresiasi respons cepat MKD dalam menindaklanjuti pengaduan. Namun, ada kesan respons cepat MKD bukan karena pelanggaran etik serius yang merusak wibawa dan kehormatan DPR, melainkan karena MKD dijadikan ’alat’ untuk mengikis pikiran dan pernyataan kritis yang ditujukan kepada Pemerintah.