Membengkaknya subsidi bahan bakar minyak (BBM) hingga lebih dari Rp 500 triliun membuat pemerintah dalam posisi dilematis. Langkah menaikkan atau menahan harga BBM sama-sama memiliki risiko yang cukup besar. Pembatasan konsumsi sekaligus memastikan pengguna BBM bersubsidi tepat sasaran dinilai menjadi jalan tengah untuk memastikan APBN tidak terlalu terbebani dan menjaga inflasi terkendali. Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebelumnya menyatakan bahwa anggaran subsidi energi tahun ini membengkak menjadi Rp 502 triliun. Menurut Jokowi, nilai subsidi itu sudah terlalu besar dan pemerintah belum tentu bisa menahan beban tersebut dalam jangka waktu yang lama. Jokowi mengatakan, subsidi energi sebesar Rp 502 triliun digelontorkan pemerintah untuk menahan kenaikan BBM jenis Pertalite, gas, dan listrik.
Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eddy Soeparno menilai kenaikan harga BBM pasti akan meningkatkan inflasi dan bisa menghambat pertumbuhan ekonomi. Menurut Eddy, ada beberapa pekerjaan rumah yang harus dilaksanakan secara bersama-sama dan beriringan. Salah satunya dengan mendorong perubahan Perpres 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak. Revisi Perpres 191/2014 agar ada payung hukum untuk mengatur para pihak yang berhak menerima BBM bersubsidi dan pemberian sanksi bagi yang melanggarnya. Perlu ada pembatasan terhadap konsumen BBM subsidi, misalnya melalui kontrol pembelian volume, jenis kendaraan, teknologi, dan lain-lain. Kemudian, secara struktural perlu ada perombakan atas mekanisme pemberian subsidi, dari subsidi produk ke subsidi orang.
Hingga saat ini, pemerintah belum kunjung menyelesaikan revisi Perpres 191 Tahun 2014 yang mengatur kriteria penerima BBM bersubsidi. Payung hukum itu menjadi landasan utama untuk bisa tersalurkannya barang subsidi, yaitu BBM, LPG, bahkan listrik, kepada masyarakat yang berhak. Direktur Eksekutif CORE Indonesia Muhammad Faisal menilai penyaluran barang subsidi secara tepat akan mengurangi beban APBN. Namun, karena tak kunjung keluarnya regulasi mengenai pembatasan konsumsi, Faisal menilai maka jalan terbaik adalah menambah subsidi di APBN.