Pelemahan Rupiah Mulai Memukul Industri Manufaktur

Kurs rupiah yang makin lemah memberi tambahan tekanan bagi industri manufaktur dalam negeri. Biaya operasional pun makin malah. Mengutip Bloomberg, kurs rupiah berada di level Rp 16.412 per dollar AS pada penutupan perdagangan Jumat (14/6) atau melemah 0,87% dibandingkan hari sebelumnya. Angka ini sudah menyerupai level rupiah ketika krisis moneter 1998 silam, yang mana kala itu mata uang garuda pernah menyentuh level Rp 16.800 per dollar AS.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta W. Kamdani menilai, kurs rupiah saat ini sudah sangat sulit ditoleransi bagi para pengusaha. Selain membuat biaya produksi dan operasional makin mahal, koreksi rupiah juga berdampak pada komponen biaya lainnya seperti beban logistik, transportasi, finansial, dan lain-lain. Pasar domestik juga dikhawatirkan makin lesu karena konsumen menahan pembelian. Meski sulit karena banyak dipengaruhi faktor eksternal, Apindo tetap meminta pemerintah aktif melakukan berbagai upaya intervensi agar laju pergerakan rupiah bisa lebih terkendali.

Gabungan Pengusaha Makanan-Minuman Indonesia (Gapmmi) menyebut. pelemahan rupiah berpotensi menggerus laba produsen makanan-minuman (mamin). Sebab, sebagian bahan baku utama produk mamin masih harus diimpor seperti kacang kedelai, susu, garam, gula, dan jagung. Indonesia Packaging Federation (IPF) menyebut, pelemahan rupiah sangat terasa dampaknya bagi industri kemasan. Sebab, porsi impor bahan baku kemasan mencapai 50%. Alhasil, harga kemasan plastik terkerek sekitar 3% sampai 5% atau bahkan lebih. Hal ini tentu menimbulkan efek domino ke industri pengguna kemasan seperti mamin. Kenaikan harga kemasan pun dapat menjadi salah satu faktor yang dipertimbangkan produsen mamin dalam menyesuaikan harga jual produk ke konsumen akhir. Gabungan Perusahaan Elektronik (Gabel) mengaku, mengerek harga jual menjadi cara paling lumrah untuk mengantisipasi pelemahan rupiah. Namun, upaya ini tidak mudah dilakukan oleh produsen elektronik lokal, karena pasar masih terdistorsi semenjak adanya revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) 36/2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor. Perkumpulan Perusahaan Pendingin Refrigerasi Indonesia (Perprindo) turut mengaku, tren koreksi kurs rupiah membuat ongkos produksi produk pendingin refrigerasi seperti lemari es dan air conditioner (AC) menjadi lebih mahal. Apalagi, sebagian bahan baku kedua produk tadi masih diimpor dari negara lain. Pelemahan rupiah juga mengancam industri alat berat nasional, mengingat industri ini cukup bergantung terhadap bahan baku impor dengan porsi 40%. Biaya produksi alat berat jelas akan meningkat. “Untuk menjaga kestabilan arus kas, beberapa perusahaan akan menaikkan harga jual sekitar 1,5% sampai 3%,” imbuh Ketua Umum Hinabi Giri Kus Anggoro.

Search