Belum lama ini, pemerintah melalui Kementerian Kesehatan menyebut ingin mendatangkan dokter asing untuk menutup kekurangan dokter dan dokter spesialis di Indonesia. Hal itu menuai polemik dan penolakan dari sisi dokter. Tak lama setelah kabar tersebut mencuat, Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Budi Santoso menyatakan penolakan terkait dengan keputusan tersebut. Atas aksi protesnya, Prof. Budi Santoso diberhentikan dari jabatannya sebagai Dekan FK Unair. Terkait dengan polemik tersebut, Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Mohammad Adib Khumaidi turut angkat bicara. Menurut PB IDI, penolakan tersebut bukan untuk menolak hadirnya dokter asing, tapi karena ada masalah yang lebih besar yang harusnya diselesaikan terlebih dahulu oleh pemerintah. “Dilemanya itu bukan dalam konteks bahwa dokter di Indonesia tidak menerima dokter asing yang akan masuk, karena itu sebuah keniscayaan yang tidak bisa kita hindari. Tapi yang harus didorong adalah bagaimana negara harus lebih mengapresiasi tenaga medis warga negara Indonesia. Jadi bukan maslaah setuju atau tidak setuju,” tegasnya.
Saat ini, Dr. Adib mengatakan yang perlu dilakukan pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan adalah untuk membuat kajian yang lebih kuat terkait dengan tata kelola tenaga medis di Indonesia. “Berkaitan dengan kebutuhan dokter asing tadi, jika kita sudah punya regulasi domestik yang jelas dalam suatu upaya perlindungan untuk rakyat Indonesia, buat kami dokter Indonesia tidak masalah karena kita siap berkompetisi dengan dokter dari luar negeri,” ujarnya. PB IDI mengungkap, selama ini berbagai upaya internasionalisasi dan kolaborasi di level internasional sudah terus dibangun, sehingga tidak ada masalah dengan kemungkinan kolaborasi dengan dokter dari luar negeri. Dia juga menekankan bahwa hadirnya dokter asing tidak dianggap sebagai kompetitor, tapi bagaimana pemerintah bisa mengakselerasi tata kelola tenaga kesehatan dalam negeri sendiri. Dr. Adib juga kembali menegaskan bahwa yang harus didorong adalah bagaimana agar negara bisa memberikan apresiasi lebih terhadap tenaga medis di Indonesia. “Karena faktanya masih banyak permasalahan tata kelola yang belum diselesaikan yang sebenarnya adalah tanggung jawab negara. Praktik di daerah masih sulit, teman-teman di daerah yang harusnya ada insentif dan apresiasi lainnya dari kelangkaan tenaga profesi itu saja belum terealisasi. Jadi hal-hal ini yang harus diselesaikan dulu sebelum kita membuat solusi yang memberikan kesan sepertinya kita dihadapkan dengan sebuah kompetitor,” paparnya.