Presiden Partai Buruh, Said Iqbal, mengatakan bahwa hasil pencermatan Partai Buruh terhadap daftar pemilih tetap (DPT), ada keanehan dalam jumlah pemilih di luar negeri. DPT untuk pemilih luar negeri yang ditetapkan Komisi Pemilihan Umum (KPU), berjumlah 1.750.474 orang. Namun, jika dibandingkan dengan data Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) pada Mei 2023, disebutkan ada 4,6 juta pekerja migran melalui jalur resmi yang bekerja di luar negeri. Jika seluruh pemilih diasumsikan semuanya pekerja migran, ada selisih sekitar 2,85 juta pekerja migran yang berpotensi bakal kehilangan hak pilihnya. Namun, perkiraan tersebut jauh lebih besar karena pemilih di luar negeri tidak hanya dari kalangan pekerja migran, tetapi juga ada kelompok lain, seperti mahasiswa dan diplomat.
Anggota KPU, Betty Epsilon Idroos, mengatakan bahwa KPU melibatkan BP2MI untuk pemutakhiran data pemilih luar negeri. Namun, sumber data yang digunakan untuk pemutakhiran data pemilih berasal dari data Kementerian Luar Negeri, termasuk dari atase ketenagakerjaan maupun atase pendidikan Kemlu di negara terkait. KPU tidak membeda-bedakan pekerja migran yang menggunakan dokumen resmi maupun ilegal untuk dicatat sebagai pemilih.
Direktur Eksekutif Migrant Care, Wahyu Susilo, turut mempertanyakan DPT pemilih luar negeri. Sebab, jumlahnya justru berkurang dibandingkan dengan DPT luar negeri di Pemilu 2019 yang mencapai 2 juta pemilih. Padahal, jumlah pekerja migran yang tercatat di berbagai lembaga menunjukkan lebih banyak dan antusiasme pekerja migran tetap tinggi. Anggota Bawaslu, Lolly Suhenty, juga mengatakan KPU harus mengantisipasi membeludaknya pemilih DPK di luar negeri yang belum masuk dalam DPT.