Sandiaga Uno dan Basuki Hadimuljono bertemu dengan Ketum PDI-P, Megawati Soekarnoputri, dan Ketua DPP PDI-P, Prananda Prabowo, pada Minggu (18/6/2023). Sandiaga akan diusulkan menjadi calon pendamping Ganjar Pranowo, bakal capres dari PDI-P yang juga didukung PPP dan Partai Persatuan Indonesia (Perindo). Partai Gerindra yang telah mengusung ketua umumnya, Prabowo Subianto, untuk menjadi bakal capres juga menerima sejumlah usulan pendamping, yaitu Airlangga Hartarto dan Erick Thohir yang diajukan PAN, selain Muhaimin Iskandar, Ketua Umum PKB yang sudah berkoalisi dengan Gerindra.
Pembicaraan mengenai bakal cawapres juga terus berjalan di Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) yang sudah mengusung Anies Rasyid Baswedan sebagai bakal capres. Partai Nasdem, Partai Demokrat, dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS), masih menjajaki berbagai kemungkinan sebelum Anies menetapkan nama pendampingnya. Wakil Ketum Nasdem, Ahmad Ali, bersama Ketua DPP Nasdem, Effendi Choirie, menemui Zannuba Ariffah Chafsoh atau Yenny Wahid di Jakarta, Sabtu (17/6/2023) siang. Meski tidak secara langsung menawarkan Yenny untuk menjadi pendamping Anies, Ali mengakui Yenny memiliki bekal yang mumpuni untuk menjadi pemimpin di masa depan.
Kepala Departemen Politik dan Perubahan Sosial CSIS, Arya Fernandes, mengatakan bergulirnya pertemuan para tokoh potensial bakal cawapres dengan elite parpol dan koalisinya memperlihatkan bahwa partai tidak memiliki mekanisme seleksi kepemimpinan nasional. Parpol kesulitan untuk menentukan pasangan capres dan cawapres yang akan diusung, terlebih lagi untuk posisi cawapres. Oleh karena itu, penentuan cawapres lebih dipengaruhi oleh proses lobi ke elite, juga kontribusi tokoh dalam kampanye dan logistik. proses penentuan bakal cawapres saat ini krusial karena jarak suara antarbakal capres yang ada tak terpaut signifikan, sehingga tak ada yang dominan secara elektoral. Lobi-lobi yang terjadi masih akan terus berlangsung hingga mereka mencapai kesepakatan.
Kepala Departemen Politik dan Perubahan Sosial CSIS, Arya Fernandes, mengatakan bergulirnya pertemuan para tokoh potensial bakal cawapres dengan elite parpol dan koalisinya memperlihatkan bahwa partai tidak memiliki mekanisme seleksi kepemimpinan nasional. Parpol kesulitan untuk menentukan pasangan capres dan cawapres yang akan diusung, terlebih lagi untuk posisi cawapres. Oleh karena itu, penentuan cawapres lebih dipengaruhi oleh proses lobi ke elite, juga kontribusi tokoh dalam kampanye dan logistik. proses penentuan bakal cawapres saat ini krusial karena jarak suara antarbakal capres yang ada tak terpaut signifikan, sehingga tak ada yang dominan secara elektoral. Lobi-lobi yang terjadi masih akan terus berlangsung hingga mereka mencapai kesepakatan.