Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto mengatakan, jajarannya tetap menggunakan pendekatan operasi teritorial, meski TNI kembali mengistilahkan kelompok bersenjata yang mendorong Papua merdeka dengan sebutan Organisasi Papua Merdeka (OPM). Operasi teritorial yang dimaksud adalah dengan mengajak semua pihak membangun dan mensejahterakan masyarakat Papua. Agus mengatakan, pola operasi di Papua menggunakan soft power dan hard power. Operasi teritorial bagian dari soft power. “Soft power dengan operasi teritorial, membantu percepatan pembangunan, membantu (peningkatan) kesejahteraan. (Operasi) hard power menghadapi kelompok bersenjata dengan senjata,” kata Agus, Selasa (16/4/2024).
Agus menegaskan kembali bahwa TNI menggunakan istilah OPM karena kelompok separatis itu menamai mereka dengan sebutan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB)-OPM. “Penyebutan OPM dari mereka sendiri, yang menyebut mereka TPNPB-OPM,” ujar Agus. Sementara itu, Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Mayjen R Nugraha Gumilar mengatakan, operasi teritorial tetap dilaksanakan sebagai bagian dari pola operasi TNI-Polri untuk membangun Papua. Terlebih, kata Gumilar, saat ini sudah dibentuk Komando Operasi (Koops) Habema untuk mensinergikan pola operasi TNI-Polri berupa soft dan hard power menjadi smart power di Papua.
Terpisah, Ketua Centra Initiative sekaligus peneliti senior Imparsial, Al Araf menyebutkan, penggunakan kembali istilah Organisasi Papua Merdeka atau OPM tidak akan menyelesaikan masalah dan konflik di Papua. “Justru istilah itu cenderung berdampak pada terjadinya stigmatisasi masyarakat di Papua, dan cenderung menggunakan pendekatan operasi militer dalam mengatasinya,” ujar Al Araf. Pergantian nomenklatur dari semula KKB menjadi OPM, sebut Al Araf, cenderung mengedepankan operasi militer. Al Araf mengatakan, penyelesaian masalah di Papua seharusnya mengedepankan proses dialog.