Harga pakan ayam petelur yang menggila selama dua tahun terakhir turut berkontribusi pada tingginya harga telur ayam. Koordinator Bahan Pakan Kementerian Pertanian, Diner Yusrizal Ekaputra Saragih, menyatakan lonjakan terjadi akibat kenaikan harga bahan baku pakan ayam. Diner menuturkan, pakan ayam petelur terutama membutuhkan jagung, soybean meal (SBM), corn gluten meal (CGM), serta distiller dried grain with soluble (DDGS). Saat ini terjadi kenaikan harga komoditas di pasar dunia dan di pasar domestik, termasuk bahan pakan tersebut.
Menurut Diner, mahalnya bahan baku ini dibarengi dengan lonjakan biaya pengiriman via laut karena keterbatasan kapal dan kontainer. Sebab, selain jagung, bahan baku pakan utama di atas didatangkan dari luar negeri. Ketua Bidang Layer Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia (Pinsar), Leopold Halim, menyatakan harga pakan ternak selama dua tahun terakhir sudah meningkat tinggi. Kenaikan harga pakan tersebut otomatis menambah beban produksi. Leopold menuturkan, modal produksi telur kini mencapai Rp 24-25 ribu per kilogram. Itu sebabnya harga jualnya di tingkat peternak berada di kisaran Rp 26-28 ribu per kilogram saat ini. Dengan harga itu, konsumen akhir mendapatkan telur dengan kisaran harga Rp 30 ribu per kilogram saat ini. Harga telur ayam tersebut sudah melampaui harga acuan yang ditetapkan pemerintah dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 7 Tahun 2020. Dalam beleid tersebut ditetapkan harga acuan telur ayam ras di tingkat peternak berada di kisaran Rp 19-21 ribu per kilogram. Sedangkan di tingkat konsumen, harga acuannya sebesar Rp 24 ribu per kilogram.
Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis Kementerian Perekonomian, Musdhalifah Machmud, menuturkan fluktuasi harga telur ayam ini jadi tantangan. Selain faktor pakan yang mahal, penyebabnya adalah konsumsi telur yang lebih rendah dari produksi. Tahun ini, contohnya, pemerintah memproyeksikan produksi telur bakal mencapai 5,92 juta ton, sementara konsumsinya diperkirakan hanya 5,31 juta ton.