Seiring perubahan iklim dan meningkatnya kesadaran publik terhadap keberlanjutan, sektor bank dinilai harus bergerak secara progresif ke arah pembiayaan hijau. Jika tidak, maka sektor bank akan mengalami dampak kerugian yang signifikan akibat perubahan iklim. Peneliti Ekonomi Lingkungan sekaligus pendiri Think Policy, Andhyta Firselly Utami, mengatakan setidaknya ada dua dampak spesifik dari perubahan iklim terhadap sektor finansial. Dampak pertama yakni terkait aset properti atau tanah yang dijadikan agunan. Menurut Andhyta, nilai aset yang berbentuk rumah dan tanah akan turun ketika terkena banjir atau bencana lain, yang diprediksi terjadi lebih sering dan ekstrem akibat perubahan iklim. “Jadi, dampaknya itu memang sangat signifikan. Sektor finansial harus memahami bahwa pembiayaan, sosial, dan lingkungan adalah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan,” kata Andhyta.
Adapun dampak kedua, terkait dengan daya saing global sektor finansial. Andhyta menjelaskan bahwa saat ini banyak negara yang sudah menerapkan kebijakan dan standarisasi produk yang lebih pro-iklim. Karena itu, jika bank memiliki portofolio bisnis yang tidak hijau dan tidak sesuai dengan target penurunan emisi global, maka bank tersebut tidak bisa bersaing di pasar global. “Apalagi sekarang investor global sudah lebih aware terhadap ESG dan isu keberlanjutan. Jadi mau tidak mau, bank harus geser ke arah sana sih. Karena kalau bisnisnya enggak siap untuk transisi, sementara pasarnya sudah menjadi lebih hijau, maka bank tidak akan bisa bersaing secara global,” tegas Andhyta.
Sektor finansial di Indonesia memungkinkan untuk bergerak ke arah ekonomi yang lebih hijau dan berkelanjutan. Namun demikian, dalam implementasinya akan sangat ditentukani oleh kepemimpinan dan dukungan kebijakan, serta prioritas dari setiap bank yang berbeda-beda. “Semisal kalau bank internasional mungkin prioritasnya akan lebih besar, karena di negara lain kan arahnya sudah ke sana (berkelanjutan). Tapi bagaimanapun, kita enggak bisa berjalan sendiri-sendiri, bank apapun harus bisa menjadikan pembiayaan hijau sebagai default,” tegas Andhyta.