Kalangan pengusaha menilai pengenaan pajak hiburan sebesar 40%-75% bisa menekan pendapatan usaha hingga memicu gelombang PHK Massal. Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia meminta pemerintah daerah untuk mengkaji ulang Peraturan Daerah (Perda) Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) yang dapat mengerek tarif pajak kegiatan usaha. Padahal, merujuk pada UU No. 1/2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah atau HKPD, Pemda harus segera menyusun Perda PDRD 2 tahun sejak diundangkan yang jatuh pada 5 Januari 2024.
Ketua Komite Tetap Kebijakan Publik Kadin Indonesia, Chandra Wahjudi mengatakan pihaknya memahami upaya pemerintah pusat untuk membantu pendalaman kapasitas fiskal daerah melalui PDRD untuk kemandirian fiskal daerah. “Akan tetapi, dalam proses membuat kebijakan alangkah baiknya jika para stakeholder, khususnya pelaku usaha bisa diundang sehingga bisa menghasilkan kebijakan yang win-win dan bukan kebijakan kontra produktif,” kata Chandra, Selasa (16/1/2024).
Salah satu pengenaan pajak yang baru-baru ini diterapkan yakni pajak hiburan sebesar 40%-75% yang rata-rata menggunakan batas atas. Chandra menilai pajak hiburan tersebut memberikan tekanan baru pada sektor usaha jasa tersebut. Menurut Chandra, minat masyarakat untuk mengeluarkan biaya hiburan akan lebih berkurang karena tarif pajak tersebut akan dibebankan kepada konsumen. “Ini akan berpengaruh pada pendapatan yang mana pada akhirnya pelaku usaha akan melakukan efisiensi seperti pengurangan tenaga kerja, dan lainnya,” ujarnya. Terlebih, sektor hiburan ini juga erat kaitannya dengan industri lainnya seperti makanan minuman, pariwisata, dan lainnya. Sektor tersebut pun banyak menyerap tenaga kerja secara langsung maupun tidak langsung.