Kamis 24 Februari 2022, Presiden Vladimir Putin memerintahkan pasukan Rusia untuk melakukan “Operasi Militer Khusus” yang ditujukan ke wilayah Ukraina. Keputusan yang menandai deklarasi perang antara Rusia dan Ukraina. Putin beralasan bahwa selama ini Rusia merasa terancam oleh Ukraina dan operasi militer ini ditujukan melindungi masyarakat yang menjadi sasaran perundungan dan pelanggaran hak asasi manusia di wilayah Ukraina selama delapan tahun terakhir. Selain itu, Putin juga mengirimkan sinyal kepada pihak eksternal bahwa Rusia siap dengan segala konsekuensi, dan akan merespons segala tindakan pihak eksternal yang ikut campur terhadap permasalahan Rusia.
Jika dilihat dari pernyataan Putin, secara tersurat invasi yang dilakukan oleh Rusia ditujukan untuk melindungi diaspora Rusia yang tinggal di wilayah Ukraina, yang diwakili oleh separatis di wilayah Donetsk dan Lugansk. Komunitas tersebut disinyalir mengalami perlakuan tidak adil dari pemerintah Ukraina yang dalam beberapa tahun terakhir dikuasai oleh rezim pro-Barat hingga anti-Rusia.
Pecahnya perang dapat dikatakan merupakan kegagalan penggentaran Barat dalam mengimbangi kekuatan Rusia. Amerika Serikat akan menjadi pemain sentral yang dapat mengarahkan langkah-langkah NATO ke depannya. Apakah akan melakukan tindakan balasan dengan melakukan operasi militer di Ukraina bersama NATO, memberikan dukungan terhadap Pemerintah Ukraina dalam hal logistik, atau hanya sekedar memberikan sanksi ekonomi bagi Rusia. Kepemimpinan Amerika Serikat juga akan diuji, karena di dalam NATO terdapat beberapa negara yang memiliki hubungan baik dengan Rusia. Ujian juga akan muncul bagi Uni Eropa, karena beberapa negara Eropa memiliki hubungan yang spesial interdependensi terhadap pasokan gas dari Rusia.