Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan agar semua pihak tidak boleh lengah meskipun perekonomian Indonesia saat ini tumbuh positif. Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar, mengatakan peringatan agar tidak lengah karena gejolak ekonomi global diprediksi masih terus berlanjut. “Kita siapkan diri mengantisipasi masuk ke tahun-tahun depan. Jangan berandai-andai bahwa Indonesia pertumbuhannya tetap di atas lima, bahkan untuk beberapa waktu terakhir mencapai rekor 5,72 persen untuk kuartal tiga itu kita harus syukuri, tapi lesson learned tadi mengatakan kita tidak boleh lengah,” kata Mahendra dalam acara CEO Networking 2022 di Jakarta, Kamis (24/11).
Lesson learned atau pelajaran yang bisa diambil maksud Mahendra adalah terjadinya bonds rush di Inggris, bangkrutnya bursa kripto FTX, hingga gagal bayar Legoland asal Korea Selatan. Kondisi tersebut, jelas Mahendra, menunjukkan kalau risiko-risiko pada waktu mendatang bisa muncul dari mana pun. Berdasarkan pengalaman sebelumnya, risiko yang bersifat sistemik biasanya datang dari perbankan, baik bank komersial maupun bank investasi. Kendati demikian, sepanjang tahun ini saja, risiko-risiko yang muncul justru bukan dari perbankan.
Pengamat ekonomi dari Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Esther Sri Astuti, mengatakan yang disampaikan OJK benar. Makanya, pemerintah harus lebih realistis dengan targetnya. Esther mengakui bahwa geliat ekonomi sudah mulai tampak, tetapi masih harus waspada karena virus Covid-19 belum benar-benar hilang. “Jadi masih berdampak, ditambah konflik geopolitik bikin harga energi dan pasokan pangan terbatas,” katanya. Esther menyarankan agar di tengah kondisi seperti saat ini, pemerintah harus tetap menjaga daya beli masyarakat, karena pertumbuhan ekonomi RI masih bergantung pada konsumsi rumah tangga. Pengamat ekonomi dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY), Aloysius Gunadi Brata, mengatakan sektor keuangan memang tampak masih aman-aman saja. Tetapi di sektor riil, sudah terjadi serangkaian pemutusan hubungan kerja (PHK) dalam jumlah yang tidak kecil, baik di industri yang padat karya maupun bisnis startup (perusahaan rintisan). Dengan kenyataan seperti itu maka tidak bisa dikatakan kalau sektor riil sepenuhnya baik-baik saja.