Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan penyebab tingginya rasio kredit bermasalah (nonperforming loan/NPL) di segmen UMKM. Tercatat, per Juni 2024, NPL gross UMKM mencapai level 4,04%, mendekati ambang batas 5%. Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan secara umum, risiko yang melekat pada kredit UMKM memang lebih tinggi dibandingkan kredit korporasi maupun rumah tangga. Ini lantaran, bisnis UMKM yang lebih sensitif terhadap perubahan kondisi ekonomi dan daya beli masyakarat. “Selain itu, pertumbuhan kredit UMKM yang mengalami perlambatan dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, serta berakhirnya relaksasi restrukturisasi kredit terkait pandemi Covid-19, menyebabkan rasio NPL kredit UMKM mengalami peningkatan,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Senin (12/8/2024).
Berdasarkan Analisis Uang Beredar yang dirilis Bank Indonesia, kredit UMKM per Juni 2024 mencapai Rp1.375,2 triliun, atau tumbuh 6,7% yoy. Akan tetapi, pertumbuhan ini lebih lambat dibanding periode yang sama tahun lalu atau Juni 2023 yaitu 7,1% yoy. Namun, kata Dian, peningkatan NPL pada kredit UMKM telah dapat diprediksi sebelumnya dan sudah dimitigasi oleh bank melalui pembentukan cadangan yang cukup, sehingga tingkat rasio NPL UMKM masih tergolong dalam acceptable level. Selanjutnya, NPL gross UMKM pada bulan Juni 2024 sebesar 4,04% tercatat sudah menurun dibandingkan dengan bulan Mei 2024 sebesar 4,27%, meskipun masih tergolong meningkat secara tahunan.
Di sisi lain, kredit berisiko (loan at risk/LaR) kredit UMKM terus mengalami tren penurunan yaitu menjadi sebesar 13,5%, dibanding bulan sebelumnya yaitu Mei 2024 pada level 13,83%. Adapun, dari tahun sebelumnya LaR sebesar 16,8%, dan sudah semakin mendekati level sebelum pandemi, di mana Desember 2019 mencapai 12,74%. “Hal ini mengindikasikan bahwa ke depannya kualitas kredit UMKM akan tetap terjaga bahkan membaik, tentunya dengan dukungan dari berbagai pihak,” ujarnya. Sebelumnya, Deputi Gubernur BI Juda Agung juga sepakat bahwa NPL UMKM memang mengalami kenaikan hingga berada di level 4%. Meski demikian, Juda menyampaikan di tengah pembengkakan NPL segmen UMKM, nyatanya bank-bank yang gencar menyalurkan ke segmen ini telah membentuk pencadangan yang cukup untuk mengantisipasi risiko kredit.